Jakarta (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan bahwa regulasi terkait batas maksimum manfaat ekonomi atau batas bunga harian pinjaman daring (pindar)/pinjaman online (pinjol) membantu masyarakat agar dapat membedakan antara penyedia layanan resmi dengan yang ilegal.
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Agusman menyampaikan bahwa aturan tersebut juga bertujuan untuk melindungi debitur dari penerapan suku bunga pinjaman yang terlalu tinggi.
“Penetapan batas maksimum manfaat ekonomi (suku bunga) tersebut ditujukan demi memberikan pelindungan kepada masyarakat dari suku bunga tinggi sekaligus membedakan pinjaman online legal dengan yang ilegal,” kata Agusman di Jakarta, Selasa.
Ia mengatakan bahwa pengaturan terkait batasan suku bunga harian tersebut juga diperlukan untuk menjaga integritas industri pindar, atau yang disebut juga Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) atau fintech lending.
Pihaknya menetapkan bahwa batas maksimum manfaat ekonomi per hari bagi pinjaman konsumtif adalah 0,3 persen untuk tenor di bawah 6 bulan dan 0,2 persen untuk tenor di atas 6 bulan.
Sementara pinjaman produktif dari sektor usaha mikro dan ultra mikro dibebankan batas maksimum manfaat ekonomi per hari sebesar 0,275 persen untuk tenor di bawah 6 bulan dan 0,1 persen untuk tenor di atas 6 bulan.
Sedangkan pinjaman produktif untuk usaha kecil dan menengah dikenakan batas maksimum bunga harian yang sama bagi tenor di bawah 6 bulan maupun tenor di atas 6 bulan, yakni 0,1 persen.
Terkait dugaan adanya kartel suku bunga pada industri pindar serta pelanggaran ketentuan Pasal 5 UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Agusman menyatakan bahwa pihaknya mencermati dan menghormati proses hukum yang ditempuh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
Ia menuturkan bahwa pengaturan batas maksimum suku bunga industri pindar oleh Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) sebagai bagian dari kode etik/pedoman perilaku bagi para pelaku di industri merupakan arahan OJK sebelum terbitnya Surat Edaran OJK (SEOJK) Nomor 19/SEOJK.06/2023 tentang Penyelenggaraan LPBBTI.
Agusman mengatakan bahwa hal tersebut sesuai Pasal 84 Peraturan OJK (POJK) Nomor 40 Tahun 2024 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi, yang antara lain mengatur bahwa asosiasi berperan membangun pengawasan berbasis disiplin pasar untuk penguatan dan/atau penyehatan penyelenggara pindar serta membantu mengelola pengaduan konsumen/masyarakat.
Dalam hal tersebut, AFPI diminta untuk turut membantu menertibkan anggotanya untuk memenuhi seluruh ketentuan yang berlaku, termasuk aturan mengenai batas maksimum manfaat ekonomi.
“Dalam hal ditemukan pelanggaran terhadap ketentuan yang berlaku, OJK akan melakukan langkah penegakan kepatuhan, termasuk melakukan evaluasi secara berkala terhadap penetapan batasan manfaat ekonomi dengan memperhatikan kondisi perekonomian, kondisi industri LPBBTI atau pindar, dan kemampuan masyarakat luas,” imbuh Agusman.
Baca juga: Pindar tetap berpotensi tumbuh positif pada kuartal mendatang
Baca juga: Marak PHK, OJK imbau perusahaan pinjol waspadai risiko gagal bayar
Baca juga: OJK beberkan sejumlah poin dalam rancangan aturan baru fintech lending
Pewarta: Uyu Septiyati Liman
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2025