Kejari Jakpus tetapkan lima tersangka terkait kasus PDSN

5 hours ago 3

Jakarta (ANTARA) - Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus) menetapkan lima orang tersangka pada kasus dugaan korupsi pengadaan barang/jasa dan pengelolaan Pusat Data Nasional Sementara (PDSN) di Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi).

"Kelima tersangka ditahan selama 20 hari ke depan," kata Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat Safrianto Zuriat Putra di Jakarta, Kamis.

Menurut dia, kelima tersangka yang telah ditetapkan tersangka pada proyek PDSN berinisial SAP, mantan Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Pemerintahan 2016-2024, BDA, mantan Direktur Layanan Aplikasi Informatika Pemerintah pada Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Pemerintahan.

Selanjutnya NZ, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam pengadaan barang/jasa dan pengelolaan PDNS pada Komdigi.

Keempat, AA Direktur Bisnis PT Aplikanusa Lintasarta 2014-2023 dan PPA yang merupakan Account Manajer 2017-2021 PT Docotel Teknologi.

Baca juga: Kejari Jakpus periksa saksi terkait korupsi pengelolaan Pusat Data

Ia menjelaskan bahwa berdasarkan dari alat bukti dan keterangan saksi yang telah diperiksa, kelima tersangka tersebut terbukti bermufakat jahat dalam kasus tersebut.

"Mereka bermufakat jahat untuk pengkondisian proyek PDSN," ujarnya.

Safri mengatakan bahwa dari aksi mufakat jahat tersebut kerugian negara masih dihitung, namun yang pasti mencapai ratusan miliar.

"Berdasarkan perhitungan sementara, kerugian ratusan miliar angka pasti belum bisa disampaikan karena masih dalam perhitungan," katanya.

Kelima tersangka kata dia dikenakan Pasal 2 ayat (1) Junto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Baca juga: Kejaksaan geledah sejumlah lokasi terkait dugaan korupsi di Komdigi

Data yang dihimpun ANTARA menyebutkan, kasus ini bermula dari pengadaan PDNS senilai sekitar Rp958 miliar pada 2020.

Diduga terjadi pengondisian pemenangan kontrak kepada PT Aplikanusa Lintasarta (PT AL) dengan nilai kontrak awal Rp60,3 miliar, yang kemudian meningkat menjadi Rp102,6 miliar pada 2021.

Penyidik menduga adanya kolusi antara pejabat Komdigi dan swasta dalam proses pengadaan tersebut.

Penyidikan kasus ini dipicu oleh serangan "ransomware" terhadap Pusat Data Nasional pada pertengahan 2024, yang menyebabkan lumpuhnya lebih dari 280 layanan publik.

Ransomware adalah jenis perangkat lunak jahat (malware) yang digunakan oleh peretas untuk mengenkripsi data atau perangkat komputer korban dan kemudian meminta uang tebusan sebagai imbalan untuk mengembalikan akses ke data atau perangkat tersebut.

Baca juga: Kejaksaan usut dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa di Komdigi

Diduga, serangan tersebut berkaitan dengan kelemahan dalam pengelolaan proyek PDNS yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Pewarta: Khaerul Izan
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |