Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi VII DPR RI sekaligus Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) Kabupaten Trenggalek Novita Hardini berkomitmen dalam mencegah praktik perkawinan anak di wilayahnya, salah satunya melalui Program Pencegahan Perkawinan Anak (Cepak).
"Kami memulai program Cepak sejak 2021 dan terus berjalan hingga hari ini, bahkan akan terus kami kawal ke depannya. Ini bukan program sesaat, tapi gerakan jangka panjang untuk menyelamatkan masa depan anak-anak kita," kata Novita dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat.
Hal ini disampaikannya usai Pokja TP I Kabupaten Trenggalek menerima penghargaan Inovasi Kader PKK berprestasi Tahun 2025 melalui program Cepak yang dilaksanakan Provinsi Jawa Timur itu.
Dia menuturkan angka perkawinan anak di Kabupaten Trenggalek menunjukkan tren menggembirakan, di mana tren tersebut menurun signifikan dari tahun ke tahun, yaitu 7,6 persen (2021); 3,4 persen (2022); 1,66 persen (2023); dan 0,93 persen (2024).
"Kami optimis tren ini akan terus menurun," kata Novita.
Dia menekankan bahwa keberhasilan penurunan angka perkawinan anak tersebut bukanlah hasil kerja instan, melainkan kolaborasi lintas sektor dan tekad bersama.
"Kami ingin menjadikan Trenggalek sebagai kabupaten ramah anak, tempat di mana masa depan mereka tidak diputus di tengah jalan hanya karena faktor ekonomi atau budaya. Ini adalah perjuangan lintas waktu, lintas generasi," ujarnya.
Menurut dia, ada dua faktor utama penyebab tingginya angka perkawinan anak, yakni kemiskinan dan rendahnya tingkat pendidikan.
Dia pun menilai bahwa perkawinan anak berpotensi menimbulkan berbagai masalah sosial, mulai dari kerawanan akan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), hingga membuka peluang terjadinya kemiskinan struktural.
"Kami ingin anak-anak Trenggalek tumbuh menjadi generasi emas, bukan generasi korban. Ketika anak-anak dinikahkan terlalu dini, mereka rentan menjadi korban kekerasan dan berpotensi melanggengkan lingkaran kemiskinan," ucapnya.
Untuk itu, dia mengatakan guna menekan angka perkawinan anak maka mesti melakukan pendekatan yang bersifat menyeluruh, misalnya melakukan sosialisasi pencegahan perkawinan anak di desa-desa dan sekolah, hingga pendampingan keluarga guna membangun kesadaran di masyarakat.
"Peningkatan pola asuh yang lebih mendukung perkembangan anak serta konseling calon pengantin (catin) usia anak, bekerja sama dengan KUA dan instansi terkait," kata dia.
Baca juga: Novita dorong pemerintah perhatikan kesejahteraan kader Posyandu
Baca juga: Anggota DPR sebut prinsip gotong royong program MBG harus dicontoh
Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: Benardy Ferdiansyah
Copyright © ANTARA 2025