Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Anak (Wamen PPPA), Veronica Tan, menyerukan pentingnya kerja bersama dalam memperkuat ekosistem perlindungan anak.
Pernyataan itu disampaikannya dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin, melalui Badan Komunikasi Pemerintah (Bakom RI), menyikapi sejumlah kejadian perundungan terhadap anak.
"Pencegahan perundungan bullying secara normatif kita sering dengar, tapi bagaimana menjadikan tanggung jawab bersama. Tidak bekerja sendirian, tentu ajakan keluarga, orang tua, pemerintah, lembaga, masyarakat tentunya," katanya.
Ia menilai bahwa upaya pencegahan perundungan tidak dapat berhasil apabila dilakukan secara terpisah dan tanpa komitmen kolektif.
Veronica juga menyoroti kebutuhan mendesak untuk meningkatkan literasi digital bagi anak dan orang tua serta memperkuat pengawasan terhadap informasi yang beredar di media sosial.
Baca juga: Arifah respon kekerasan pelajar SMP Puworejo, serukan edukasi digital
Menurutnya, peran keluarga sangat penting dalam membangun kebiasaan digital yang sehat, sementara pemerintah terus memperluas edukasi publik agar risiko di ruang digital dapat ditekan.
Ia turut mengajak media untuk memastikan bahwa narasi publik terkait anak selalu berpihak pada kepentingan terbaik anak dan tidak memperburuk kondisi psikologis mereka.
“Kalau bisa dibuat satu pedoman komunikasi publik berperspektif perlindungan anak yang menjadi acuan bersama bagi pemerintah, guru, masyarakat, sampai kepada media yang menyampaikan informasi terkait anak,” ungkapnya.
Lebih jauh, Veronica menekankan bahwa budaya sekolah ramah anak harus menjadi fondasi utama dalam pencegahan kekerasan dan perundungan. Seluruh warga sekolah, mulai dari kepala sekolah, guru, hingga peserta didik, harus membangun lingkungan yang aman dan inklusif.
Baca juga: Hari Anak Sedunia, KemenPPPA serukan perlindungan anak di ranah daring
“Sektor pendidikan kami mendorong penerapan Satuan Pendidikan Ramah Anak sebagai fondasi pembentukan budaya sekolah yang aman, peduli, inklusif, dan bebas kekerasan,” katanya.
Pada kesempatan yang sama, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyampaikan bahwa mereka akan terus mengawasi pemberitaan yang berpotensi mengungkap identitas Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH).
Ketua KPAI, Margaret Aliyatul Maimunah, menegaskan bahwa menjaga kerahasiaan identitas anak merupakan amanat Undang-Undang dan tanggung jawab bersama seluruh pihak.
“Mereka tentu juga harus kita bantu supaya tidak semakin mendapatkan justifikasi, kemudian kehilangan identitas karena banyaknya pemberitaan yang justru mengarah kepada hal-hal yang negatif.
Tentu ini membutuhkan dukungan dari kita semua, dan kalau kita merujuk kepada Undang-Undang Perlindungan Anak, sebenarnya kewajiban untuk melakukan perlindungan dan memastikan bahwa mereka juga terpenuhi hak-haknya yang terkait, itu juga menjadi kewajiban dari kita semua,” ujar Margaret.
Baca juga: Pentingnya pedoman perkuat perlindungan anak dari terorisme
Ia menjelaskan bahwa perlindungan tersebut tidak hanya diberikan kepada anak yang berkonflik dengan hukum, tetapi juga anak saksi dan anak korban.
“Berarti ini tidak hanya berlaku kepada anak yang berkonflik dengan hukum, tetapi juga anak saksi dan juga anak korban itu juga perlu dilindungi terkait dengan kerahasiaan identitas, termasuk mereka juga perlu mendapatkan pendampingan dalam setiap proses hukum yang sedang berjalan,” lanjutnya.
Sebagai penutup, pemerintah menegaskan kembali komitmennya untuk memastikan ruang digital yang aman bagi anak melalui kolaborasi lintas sektor, peningkatan literasi digital, penguatan satuan pendidikan, serta pengawasan ketat terhadap pemberitaan yang melibatkan anak.
Baca juga: Menkomdigi tegaskan perlindungan anak di ruang digital jadi prioritas
Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Bernadus Tokan
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































