Persepsi efikasi dan norma kelompok lebih menentukan cegah karhutla

2 weeks ago 16

Jakarta (ANTARA) - Sebuah penelitian menunjukkan bahwa keberhasilan pencegahan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) tidak ditentukan oleh besarnya rasa takut yang dibangun melalui kampanye, melainkan oleh dua faktor kunci yaitu persepsi efikasi masyarakat (petani) dan kekuatan norma kelompok.

Temuan tersebut dipaparkan Trisia Megawati Kusuma Dewi dalam Sidang Terbuka Program Doktor Ilmu Lingkungan, Departemen Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana Pembangunan Berkelanjutan Universitas Indonesia.

"Melalui pendekatan mixed methods dan eksperimen pesan komunikasi lingkungan pada petani Desa Makmur Peduli Alam (DMPA), penelitian menunjukkan bahwa partisipasi petani dalam pencegahan karhutla lebih dipengaruhi oleh keyakinan seberapa efektif dan dapat dilakukan tindakan pencegahan karhutla dan norma kelompok ketimbang rasa ancaman," ujar Trisia dalam keterangan di Jakarta, Senin.

Dalam penjelasannya, Trisia menyebut pengendalian karhutla menjadi faktor penentu keberhasilan Indonesia mencapai target FOLU Net Sink 2030. Data yang ia himpun menunjukkan 99 persen kebakaran hutan dipicu aktivitas manusia, sementara 69 persen masyarakat masih memakai teknik tebas bakar, sehingga mendorong peningkatan emisi gas rumah kaca.

Baca juga: Wamenhut minta penyiapan strategi hadapi siklus karhutla pada 2027

Melalui pemetaan menggunakan Interpretive Structural Modeling (ISM), Trisia menemukan bahwa di tingkat nasional aktor kunci pencegahan karhutla adalah pemerintah pusat dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dengan kendala utama adalah kordinasi yang belum maksimal antara berbagai lembaga yang terlibat di tingkat tapak untuk program pencegahan kebakaran hutan dan lahan.

Di tingkat tapak, aktor kunci adalah Manggala Agni yaitu brigade pengendalian kebakaran hutan dan lahan di Indonesia yang berada di bawah naungan KLHK. Adapun hambatan terbesar adalah kurangnya komunikasi dan kordinasi antar pemangku kepentingan dalam memberdayakan masyarakat.

Temuan itu diperkuat oleh hasil eksperimen komunikasi lingkungan yang membandingkan efektivitas pesan weak fear appeal dan strong fear appeal pada petani DMPA.

"Hasilnya, pesan berbasis ancaman memang berpengaruh signifikan terhadap kemauan berpartisipasi, tetapi tidak secara langsung membentuk sikap. Sebaliknya, norma kelompok terbukti jauh lebih menentukan tindakan pencegahan karhutla," kata Trisia.

Penelitian itu kemudian menghasilkan model komunikasi lingkungan baru melalui integrasi teori Extended Parallel Process Model (EPPM), Theory of Planned Behavior (TPB), The Reason Action Theory (TRA), dan Social Interaction Theory (SIT).

Model tersebut menunjukkan bahwa dalam konteks sosial-ekologis desa berlahan gambut, efikasi dan norma kelompok bekerja lebih kuat daripada persepsi ancaman, sehingga kampanye berbasis ketakutan perlu diarahkan kembali pada peningkatan efektivitas pencegahan, relasi sosial, dan relevansi pesan.

Baca juga: Menkeu-Menhut sebut pentingnya manajemen kehutanan demi tekan karhutla

Trisia juga mengembangkan Territorial Map berbasis discriminant analysis yang mampu memetakan kelompok peran serta petani dengan akurasi hingga 95,2 persen, serta analisis biplot yang memperlihatkan bahwa kelompok dengan weak fear appeal konsisten menunjukkan nilai sikap dan peran serta yang tinggi.

Penelitian ini, kata Trisia, mengisi kekosongan riset terkait integrasi komunikasi risiko, perilaku lingkungan, dan konteks sosial dalam pencegahan karhutla.

“Model ini menegaskan bahwa strategi komunikasi tidak bisa seragam. Ia harus disesuaikan dengan kondisi sosial-ekologis, karakteristik petani, dan tata kelola lokal agar mampu mendorong perubahan perilaku secara presisi,” ujar Trisia.

Penelitian tersebut diharapkan dapat menjadi dasar pengembangan strategi komunikasi yang lebih efektif untuk mendukung pengurangan emisi sektor kehutanan dan pencapaian target Indonesia’s FOLU Net Sink 2030.

Herdis Herdiansyah sebagai promotor sekaligus sebagai dosen dan ilmuwan yang masuk dalam daftar 2 persen peneliti terbaik dunia tahun 2025 yang dirilis oleh Stanford University bekerja sama dengan Elsevier berharap hasil penelitian itu dapat bermanfaat dan menjadi pendekatan baru dalam memaksimalkan program pencegahan karhutla yang efektif.

"Saya berharap penelitian ini dapat berlanjut dengan skala lebih besar dan pemerintah dapat mengeluarkan kebijakan regulasi yang sejalan dengan rekomendasi dalam penelitian ini," ujar Herdis.

Baca juga: BNPB upayakan kehadiran Manggala Agni di Aceh untuk atasi karhutla

Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |