Perjalanan pelajar Indonesia temukan kembali citarasa teh di rumahnya

1 day ago 8

Nanning (ANTARA) - Di sebuah ruang kelas yang tenang di Sekolah Kejuruan Kota Liuzhou, Daerah Otonom Etnis Zhuang Guangxi, China selatan, pelajar Indonesia berusia 19 tahun, Nadya Astherlita Giovanni, dengan cekatan menyeduh secangkir teh merah China sebelum menikmati kreasinya.

Air panas menyentuh daun teh. Aroma manis seperti madu pun menyeruak. Aroma buah, bunga, dan sedikit aroma asap pinus tercium dari cangkir teh yang diseduhnya. Inilah rasa yang dia inginkan dan kejar hingga menyeberangi lautan.

Pada 2024, Nadya tiba di kota industri Liuzhou untuk belajar bisnis internasional dan bahasa Mandarin. Dan pada Oktober tahun ini, dia melakukan dua perjalanan ke Wilayah Otonom Dong Sanjiang, dataran tinggi berkabut yang terkenal dengan tehnya, untuk menguasai teknik pembuatan teh.

Pegunungan Sanjiang terletak antara 350 hingga 900 meter di atas permukaan laut, menciptakan "bar oksigen alami" untuk menanam pohon teh. Wilayah ini juga disebut sebagai salah satu dari 10 wilayah penghasil teh ekologis terbaik di China.

Saat ini, wilayah tersebut memiliki sekitar 14.333 hektare perkebunan teh dan produksi tahunan senilai 8,7 miliar yuan (1 yuan = Rp2.361).

Sebagai tulang punggung perekonomian lokal, industri teh memperkerjakan sekitar 300.000 orang di 162 desa, mendorong revitalisasi pedesaan dengan rantai yang lengkap dari penanaman hingga penjualan.

Sanjiang terkenal dengan teh hijau awal musim seminya, teh pertama yang dipanen di negara itu setiap tahun. Namun, Sanjiang juga menghasilkan teh merah, teh putih, dan teh hitam yang luar biasa, masing-masing memiliki daya tariknya sendiri.

Nadya mengunjungi lima perkebunan teh yang berbeda. Dia akhirnya menemukan apa yang dicarinya di Desa Gaolu, Yangxi, pohon teh kuno yang teh merahnya, menurut informasi yang dia peroleh, dikirim ke Asia Tenggara seabad yang lalu.

"Berdiri di antara pohon-pohon tua itu, saya merasakan jantung saya berdebar kencang," tuturnya. "Sepertinya rasa ini pernah saya cicipi dulu."

Di bawah bimbingan para pakar teh setempat, Nadya mempelajari setiap tahap, mulai dari melayukan dan menggulung hingga mengeringkan daun teh. Dia mengemas sendiri racikan terbaiknya, menempelkan stiker "Fu" (keberuntungan) berwarna merah di atasnya, dan berlatih menyeduh hingga rasanya sempurna.

"Secangkir teh dapat menyeberangi lautan serta menghubungkan hati dan pikiran," kata Nadya. "Saat saya pulang ke Jakarta, saya akan membawa teh ini untuk keluarga saya. Dan saya akan terus menceritakan kisah teh China kepada dunia dengan segala berkah yang dibawanya."

Pewarta: Xinhua
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |