Jakarta (ANTARA) - Pengamat perbankan dan praktisi sistem pembayaran Arianto Muditomo menyampaikan perlunya membangun sistem kolaboratif berbasis teknologi, sebagai upaya untuk memblokir rekening bank yang diduga menampung transaksi judi online secara tepat sasaran.
Selain itu, perlunya meningkatkan koordinasi dan berbagi data secara real-time antar pemangku kepentingan, seperti Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), perbankan, serta aparat penegak hukum.
"Perlu ada kerangka kerja yang jelas terkait standar verifikasi, batas waktu klarifikasi, dan hak banding bagi pemilik rekening yang terdampak, agar akurasi dan akuntabilitas tetap terjaga,” ujar Arianto saat dihubungi oleh Antara di Jakarta, Senin.
Ia melanjutkan, pemangku kepentingan dan perbankan harus membangun sistem kolaboratif berbasis teknologi, yang memungkinkan deteksi dini atas rekening mencurigakan, dengan tetap menghormati prinsip kehati-hatian dan perlindungan nasabah.
“Prosedur pemblokiran harus melalui tahapan yang transparan dan berbasis data intelijen keuangan yang valid dari PPATK, sehingga menghindari keputusan sepihak dan salah sasaran,” ujar Arianto.
Baca juga: Ekonom: Pemberantasan judol tak cukup hanya blokir konten dan rekening
Menurut dia, pemblokiran rekening penampung transaksi ilegal seperti judi online merupakan langkah tepat untuk memutus aliran dana dan mempersempit ruang gerak pelaku kejahatan digital.
Namun, lanjutnya, efektivitasnya sangat bergantung terhadap akurasi data, verifikasi lintas pihak, serta prosedur yang akuntabel agar tidak menimbulkan dampak negatif terhadap masyarakat yang sah.
“Namun, munculnya kasus-kasus salah sasaran menunjukkan bahwa proses deteksi dan validasi perlu diperkuat agar tidak merugikan masyarakat yang tidak terlibat,” ujar Arianto.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan telah menghentikan sementara sebanyak 28.000 rekening pasif atau dormant selama tahun 2024.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menjelaskan penghentian sejumlah rekening pasif itu dilakukan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Sementara datanya, kata dia, diambil dari pihak perbankan.
Baca juga: Komdigi upayakan penanganan judol tak sebatas pemblokiran situs
“Langkah ini merupakan implementasi dari Gerakan Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme yang dilakukan oleh PPATK dan stakeholder (pemangku kepentingan) lainnya,” ujar Ivan.
Lebih lanjut, Ia mengatakan bahwa pemblokiran sementara juga dilakukan sebagai bagian dari upaya PPATK dalam melindungi kepentingan umum, serta menjaga integritas sistem keuangan Indonesia.
“Penghentian sementara transaksi rekening dormant bertujuan memberikan perlindungan kepada pemilik rekening, serta mencegah penyalahgunaan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab," ujar Ivan
Pewarta: Muhammad Heriyanto
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2025