Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi II DPR RI Dede Yusuf menyarankan agar penerapan sistem pemilihan secara elektronik (e-voting) pada pemilu di Tanah Air tetap menyediakan formulir C1 yang dihitung secara manual sebagai bahan untuk melakukan pemeriksaan banding (cross-checking).
"Jadi, sarannya ke depan, kita harus memiliki tetap secara manual untuk melakukan cross-checking," kata Dede di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin.
Menurut dia, formulir C1 tetap diperlukan sebagai bahan untuk mengajukan gugatan sengketa hasil pemungutan suara ulang (PSU) pemilu.
"Kalau e-voting, begitu sudah naik, enggak punya lagi data C1 untuk melakukan gugatan. Nah, gugatan ini dibutuhkan secara fisik. Jadi, C1 masih tetap dibutuhkan. Nah, ini yang mungkin ke depan mesti kita pikirkan bersama," ujarnya.
Terkait dengan wacana penerapan e-voting pada pemilu selanjutnya di Tanah Air, Dede menilai hal itu mungkin untuk diterapkan di sejumlah kota-kota besar di Indonesia yang infrastruktur teknologi informasinya sudah memadai.
Baca juga: Bawaslu RI: e-Wallet jadi sarana baru "money politic" Pemilu 2024
Baca juga: Mahasiswa PENS ciptakan "e-vote" berbasis android
"Untuk beberapa wilayah kita, sebut kayak Papua, NTT (Nusa Tenggara Timur), Kalimantan, termasuk Kaltara (Kalimantan Utara), atau di daerah-daerah lain yang infrastruktur IT-nya masih belum maksimal, ini akan bermasalah. Satu, yang mestinya data itu real time, bisa delay, dan delay ini yang menyebabkan bisa terjadi sesuatu," tuturnya.
Dede memandang perlu simulasi penerapan e-voting terlebih dahulu di sejumlah daerah yang infrastruktur teknologi informasinya telah mumpuni tersebut.
"Saya katakan beberapa daerah jadi perlu exercise, menurut saya harus ada exercise dahulu di daerah yang memang infrastruktur IT-nya sudah bagus," ucapnya.
Hal itu, menurut Dede, perlu untuk mengevaluasi jalannya sistem keamanan data pada penerapan e-voting guna menutup celah kebocoran data yang kerap menjadi masalah dalam pemilu di Indonesia, sebagaimana saat penggunaan Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) oleh KPU RI pada Pemilu 2024.
"Dari situ kita bisa evaluasi apakah masih terjadi kecurangan? Apakah itu bisa terdata dengan baik?" ucapnya.
Simulasi itu, kata dia, juga diperlukan sebagai langkah awal untuk dapat merealisasikan penerapan e-voting pada pemilu di Indonesia.
"E-voting ini sudah dijalankan di beberapa negara, termasuk India, dan itu butuh proses cukup lama 10 tahun untuk penyempurnaan," kata dia.
Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2025