Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menyusun regulasi khusus pembatasan akses pelajar terhadap konten yang dinilai berbahaya di media sosial.
Staf Khusus Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta Bidang Komunikasi Publik Chico Hakim menyebutkan insiden ledakan di SMA Negeri 72 menjadi momentum penting bagi Jakarta untuk lebih serius melindungi anak-anak dari dampak negatif dunia digital.
“Segera setelah kejadian, Gubernur (Pramono Anung) menggelar rapat koordinasi intensif bersama Dinas Pendidikan DKI Jakarta, KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia), dan berbagai pihak terkait untuk mengkaji risiko konten berbahaya bagi pelajar,” ujar Chico melalui pesan singkat, Senin.
Untuk itu, Dinas Pendidikan DKI Jakarta saat ini menyusun regulasi khusus pembatasan akses pelajar terhadap konten berbahaya di media sosial dengan penguatan pengawasan sekolah dan program literasi digital bagi siswa, guru, serta orang tua.
Menurut Chico, proses tersebut kini sudah memasuki tahap akhir. Tak hanya itu, dia mengungkapkan DPRD DKI Jakarta melalui Komisi E juga mendukung penuh dan mendorong agar kebijakan tersebut segera diterbitkan untuk melindungi kesehatan mental anak-anak sekolah.
Selain itu, Pemprov DKI juga bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk memperkuat verifikasi usia dan filter konten berbahaya yang di antaranya mencakup kekerasan, radikalisme, dan hoaks pada sejumlah platform, yakni TikTok, YouTube, dan Instagram.
“Peluncuran (kebijakan itu) bertahap mulai Januari 2026, dengan proyek percontohan di beberapa wilayah prioritas, termasuk Jakarta Utara,” terang Chico.
Baca juga: Jaksel ingatkan orang tua awasi anak dari konten negatif
Baca juga: Plt Wali Kota Jaktim: Tawuran remaja bermula dari konten di medsos
Baca juga: DKI tingkatkan pengawasan dan pengamanan konten pada layanan JakWifi
Pewarta: Lifia Mawaddah Putri
Editor: Rr. Cornea Khairany
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































