Legislator usulkan AHS untuk selesaikan isu Guru Besar FK-Kemenkes

6 hours ago 4

Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto mengusulkan penerapan Academic Health System (AHS) sebagai respons dari berbagai kejadian dimana para Guru Besar Fakultas Kedokteran ternama menyampaikan keprihatinan atas kebijakan baru Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa, Edy menyebutkan bahwa para guru besar itu khawatir arah pendidikan dokter di Indonesia dibelokkan oleh kebijakan tersebut.

Namun, katanya, untuk menciptakan pendidikan kedokteran yang bermuara pada pelayanan kesehatan, seluruh pemangku kepentingan harus saling bahu-membahu.

Baca juga: Guru Besar FK Unpad sampaikan maklumat untuk evaluasi Kemenkes

Menurutnya, AHS menjadi jalan tengah yang efektif untuk menjembatani dua kepentingan tersebut. AHS adalah sistem kolaboratif antara rumah sakit pendidikan, fakultas kedokteran, lembaga riset, dan institusi kesehatan lainnya yang terintegrasi dalam satu kerangka tata kelola klinik, pendidikan, dan riset.

Edy menekankan bahwa model ini terbukti berhasil di banyak negara, seperti Amerika Serikat, Kanada, dan Australia, sebagai cara yang efektif menjaga keseimbangan antara akses pelayanan dan kualitas pendidikan kedokteran.

Dia mengaku pihaknya memahami dan menghargai maklumat serta pernyataan keprihatinan dari para guru besar Fakultas Kedokteran dan civitas akademika di beberapa kampus.

Menurutnya, ini adalah bentuk tanggung jawab moral dan intelektual terhadap keberlangsungan pendidikan kedokteran serta kualitas layanan kesehatan nasional.

“Kekhawatiran terhadap pelemahan fungsi universitas, dan intervensi birokrasi dalam wilayah akademik perlu didengarkan secara serius oleh seluruh pemangku kepentingan,” ucapnya.

Pada kesempatan itu, dia menyatakan dukungannya terhadap semangat reformasi yang diusung Kementerian Kesehatan, khususnya dalam memperluas akses dan pemerataan layanan medis, serta perlindungan terhadap peserta didik.

“Namun, semangat reformasi itu akan lebih kokoh jika dibangun di atas fondasi akademik dan kolaborasi lintas sektor. Caranya dengan tidak memisahkan pelayanan dan pendidikan,” kata Edy.

“Melalui AHS, semua pihak, termasuk pemerintah, universitas, rumah sakit, dan profesi medis, dapat bekerja bersama secara terkoordinasi, bukan berjalan sendiri-sendiri atau saling tumpang tindih,” ujarnya.

Selain itu, katanya, AHS memungkinkan distribusi dokter yang lebih merata melalui jejaring rumah sakit pendidikan yang tersebar. Akademisi dapat dilibatkan dalam penyusunan kurikulum dan evaluasi mutu.

Kekhawatiran soal keselamatan peserta didik juga terjawab melalui tata kelola pendidikan yang akuntabel. Yang lebih penting, riset-riset inovatif yang langsung berdampak pada pelayanan masyarakat dapat terlaksana.

Baca juga: Guru Besar FK-UI terbitkan sikap resmi tentang pendidikan kesehatan

Baca juga: Menkes tekankan semua kebijakan di sektor kesehatan berbasis pada data

Edy menyoroti Konsil Kesehatan dan Kolegium sebagai penjamin mutu sistem AHS. Ia menekankan bahwa Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan telah memberikan kewenangan kepada kedua lembaga ini, yakni mengembangkan cabang disiplin ilmu dan menetapkan standar pendidikan tenaga medis dan tenaga kesehatan.

Hal tersebut, ujarnya, mencakup standar nasional pendidikan, standar kompetensi pendidikan profesi, hingga penerbitan sertifikat kompetensi dan surat tanda registrasi.

“Untuk menjaga independensi, anggota Konsil Kesehatan harus mewakili unsur profesi, pemerintah, asosiasi institusi pendidikan, serta masyarakat. Sementara Kolegium terdiri atas guru besar dan parah ahli terbaik dari masing-masing disiplin ilmu. Saya mendorong adanya penguatan peran Konsil Kesehatan dan Kolegium. Dua lembaga independen ini jangan diintervensi pemerintah,” ujarnya.

Pewarta: Mecca Yumna Ning Prisie
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |