Jakarta (ANTARA) - Akademisi sekaligus filolog Universitas Indonesia, Mamlahatun Buduroh mengemukakan unsur humor menjadi salah satu ciri khas kesusastraan Betawi yang membedakan dengan naskah sastra dari wilayah lainnya di Indonesia.
"Di Betawi punya karakter, lucu-lucu ceritanya. Misalnya ada salah satu cerita tentang keisengan terhadap lawan Arjuna dengan meletakkan tali layang-layang di selendangnya," kata dia di Jakarta, Rabu.
Baca juga: "DOL" memperkaya khazanah sastra nasional
Humor yang diselipkan bersifat keseharian yang ada di Betawi. Termasuk juga misalnya kuliner di Betawi misalnya dalam kisah Semar yang menyantap gulai Betawi di pasar.
Lalu, dari sisi sastra, kisah Mahabarata dan Ramayana selalu muncul. Misalnya terkait tokoh Pandawa dan Kurawa yang digambarkan selalu bertengkar sejak kecil. Oleh penulis kisah di Betawi, diselipkan cerita agar para saudara tersebut tidak lagi bertengkar yakni dengan meminta mereka mengaji.
Baca juga: Belajar sastra Betawi bisa mulai dari karya apapun
"Kalau di Betawi untuk supaya tidak berantem disuruh mengaji. Itu tidak ada di cerita yang lain. Jadi itu juga salah satu bagian atau karakteristik yang ada di Betawi termasuk juga cerita-cerita yang lain," ujar Mamlahatun.
Sastra Betawi lahir sebagai satu rangkaian historis dalam tradisi kesusastraan di Nusantara. Secara genre, kebanyakan merupakan syair dan hikayat, sementara dari dari sisi isi mendapatkan pengaruh dari India, Arab, Eropa, Jawa, Melayu, dan Sunda.
Ciri khas lainnya sastra Betawi yakni adanya otonomi penyalin atau penulis. Ini berbeda dengan di keraton-keraton, yang penyalin atau penulis akan mengikuti gaya atau gagasan keraton atau istana itu berada.
Baca juga: Budayawan Betawi: Mantra kini bisa digunakan seperti halnya pantun
"Ada tujuan hiburan dari naskah-naskah yang disalin di Betawi dibandingkan dengan naskah-naskah di tempat lain sehingga otonomi penyalin atau penulis di Betawi relatif cair tergantung pada penulis masing-masing," jelas Mamlahatun.
Adapun di antara beragam naskah Betawi, salah satunya ditulis oleh Muhammad Bakir yang melahirkan karya seperti "Hikayat Maharaja Garebeg Jagat", "Hikayat Nakhoda Asyik", "Hikayat Merpati Mas dan Merpati Perak", serta "Hikayat Sultan Taburat II".
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2025