Upaya DKI beri napas harapan bagi korban kekerasan perempuan dan anak

2 weeks ago 8

Jakarta (ANTARA) - Jakarta mungkin terang oleh gemerlap gedung dan cahaya jalanan. Nyatanya, masih ada sudut-sudut gelap yang menyimpan cerita para korban kekerasan perempuan dan anak.

Sepanjang Januari hingga November 2025, tercatat 1.917 kasus kekerasan perempuan dan anak yang terjadi di ibu kota. Namun mungkin saja, masih banyak kisah-kisah lainnya yang tak terkuak.

Staf Khusus Gubernur Bidang Komunikasi Publik Chico Hakim bahkan mengungkapkan, menurut survei nasional 2025, 70 persen korban kekerasan terhadap perempuan dan anak enggan melapor karena takut akan stigma.

Tidak jarang, para korban justru disalahkan, digunjing dan dinilai buruk yang akhirnya membuat mereka memilih untuk menutup mulut rapat-rapat.

Penyebab

Chico menjabarkan bahwa terdapat lima faktor utama yang yang memicu tingginya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di ibu kota.

Faktor ini, kata Chico, lima faktor tersebut berdasarkan identifikasi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) dan laporan Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk (DPAPP) DKI Jakarta.

Faktor pertama adalah tekanan ekonomi keluarga menjadi penyebab yang paling dominan. Perempuan dan anak disebut menjadi kelompok paling rentan.

Chico menjelaskan kondisi seperti pengangguran, beban finansial, hingga inflasi kerap memicu konflik rumah tangga yang berujung pada kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Faktor kedua adalah pola asuh keluarga. Menurut Chico, kesibukan orang tua bekerja membuat banyak anak kurang mendapatkan pengasuhan yang cukup.

Selain itu, minimnya pengetahuan mengenai parenting positif turut memengaruhi.

Faktor ketiga adalah paparan gawai dan media sosial. Paparan konten negatif dan kekerasan di dunia digital ikut membentuk perilaku, terutama pada remaja.

Urbanisasi membuat anak-anak semakin bergantung pada gawai, yang turut meningkatkan kasus perundungan di media sosial, hingga berujung kekerasan fisik.

Faktor keempat adalah terkait lingkungan dan sosial. Lingkungan yang kurang peduli menjadi pemicu lainnya.

Dalam banyak kasus, lanjut Chico, kekerasan terjadi karena minimnya kepedulian dari warga sekitar atau ketimpangan relasi kuasa di sekolah dan komunitas.

Terakhir, pernikahan dini dan ketimpangan gender masih menjadi penyebab kuat kekerasan terhadap perempuan muda. Kurangnya akses pendidikan dan informasi hukum membuat banyak kasus tidak terlaporkan.

Rincian kasus

Berdasarkan 1.917 kasus yang tercatat, Kepala Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk (PPAPP) DKI Jakarta Iin Mutmainnah menjelaskan kasus yang terbanyak adalah kasus kekerasan seksual pada anak dengan 588 kasus atau 21,9 persen, perempuan menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dengan 412 kasus atau 15,4 persen.

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |