Museum Bahari jadi ruang edukasi memori kolektif bencana di Jakarta

6 hours ago 3

Jakarta (ANTARA) - Dinas Kebudayaan Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Jakarta bekerjasama dengan Unit Pelaksana (UP) Museum Kebaharian dan Ikatan Alumni Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia (UI) menjadikan Museum Bahari sebagai ruang edukasi memori kolektif bencana di Jakarta.

Terkait hal tersebut diselenggarakan diskusi bertajuk "Membangun Memori Kolektif Masyarakat Jakarta terhadap Bencana" di Museum Bahari, Jalan Pasar Ikan, Jakarta Utara.

"Diperlukan kesiapsiagaan dari seluruh pihak dalam mengantisipasi potensi bencana yang terjadi di Indonesia, khususnya di Jakarta sebagai ibukota negara," kata Ketua Ikatan Alumni Sekolah Ilmu Lingkungan (ILUNI SIL) UI Andre Notohamijoyo di Jakarta Utara, Sabtu.

Diskusi tersebut mengangkat topik terkait potensi bencana dan kesiapsiagaan masyarakat di Jakarta.

Hadir sebagai narasumber dalam pertemuan tersebut Andre Notohamijoyo, Ketua ILUNI SIL UI dengan moderator Kepala UP Museum Bahari Mis Ari.

Baca juga: Jakarta antisipasi cuaca ekstrem dan pohon tumbang

Andre menyampaikan bahwa sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki sumber daya alam yang berlimpah. Namun, ada risiko bencana yang tinggi, mulai dari banjir, tanah longsor, erupsi gunung berapi, gempa bumi, tsunami, likuifaksi dan lainnya.

Laporan terbaru PBB berjudul "World Urbanization Prospects 2025" menyebutkan bahwa Jakarta sebagai kota terpadat di dunia dengan jumlah penduduk 42 juta jiwa.

Bencana seperti kebakaran, banjir, rob, gempa bumi dan lainnya perlu diantisipasi sejak dini mengingat padatnya jumlah penduduk di Jakarta berisiko menimbulkan korban jiwa yang cukup banyak bila terjadi bencana.

Andre yang juga Asisten Deputi Pengurangan Risiko Bencana Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) menyebutkan, Indonesia juga perlu belajar dari Jepang dalam membangun budaya tangguh bencana di masyarakat.

Baca juga: HUT Kodam Jaya, Jakut bersih-bersih waduk dan sungai

Indonesia dan Jepang memiliki banyak kesamaan karakter seperti negara kepulauan, konsentrasi penduduk yang tinggi di kawasan perkotaan, dan juga memiliki risiko bencana yang tinggi (high-risk disaster).

Menurut dia, hal yang masih minim di Indonesia, yakni budaya tangguh bencana masyarakat.

Berbagai kasus bencana di Indonesia yang menimbulkan banyak korban jiwa hingga kerugian materiil umumnya terjadi karena kesadaran masyarakat terhadap risiko bencana masih sangat minim.

"Perlu penguatan edukasi bencana secara lebih komprehensif di Indonesia," ujarnya.

Selain itu, edukasi budaya tangguh bencana telah dilakukan di Jepang sejak usia dini. Kewaspadaan terhadap bencana terus diperkuat secara sistematis dan berkesinambungan.

Baca juga: Mikrotrans dan Transjakarta dialihkan imbas banjir dan pohon tumbang

Belajar dari Jepang, strategi pencegahan atau mitigasi yang dilakukan berbasis pada penguatan memori kolektif bangsa.

Penguatan memori kolektif bangsa terdiri atas tiga komponen. Yaitu membangun pemahaman terhadap sejarah bencana, pengarsipan catatan dan statistik bencana serta diseminasi arsip bencana sebagai bentuk pembelajaran.

Menurut dia, perlu ada strategi khusus untuk membangun memori kolektif bangsa tersebut seperti memperkuat peran komunitas dalam melakukan diseminasi dan edukasi kebencanaan.

"Lalu pendidikan budaya kebencanaan sejak usia dini di keluarga, menumbuhkan kembali kearifan dan lokal sesuai dengan kekhasan di masing-masing daerah hingga memperkuat peran museum sebagai sarana edukasi dan informasi," katanya.

Pewarta: Siti Nurhaliza
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |