Jakarta (ANTARA) - Ketua Pusat Studi Islam dan Kenegaraan (PSIK) Indonesia Prof. Yudi Latif mengemukakan, keberadaan kecerdasan buatan (AI) di lingkungan sekolah dan perguruan tinggi harus diatur secara ketat untuk mencegah hilangnya proses belajar yang membentuk kedewasaan intelektual.
"AI itu mempermudah hidup, tetapi ia tidak boleh menggantikan proses belajar. Ada proses jatuh-bangun, proses berpikir, proses pendalaman. Itu yang membentuk kematangan," kata Yudi di Jakarta, Rabu.
Dia mengatakan hal itu saat menjadi narasumber seminar nasional bertajuk "Desain Ulang Pendidikan Indonesia: Strategi dan Inovasi Menghadapi Gelombang Disrupsi Digital dan AI".
Dia menekankan bahwa "Artificial Inteligent" (AI) dapat mempermudah sejumlah aktivitas masyarakat memperoleh informasi, tapi AI tidak boleh menghilangkan nilai-nilai fundamental dalam pendidikan Indonesia.
Baca juga: Pemprov DKI diminta berhati-hati mengalokasikan anggaran teknologi AI
Ia mengatakan, adopsi inovasi digital harus tetap menjaga tradisi baik yang telah diwariskan para pendiri pendidikan nasional.
Upaya ini juga sekaligus melindungi ruang belajar dari godaan "jalan pintas" yang dapat menghentikan proses pematangan berpikir mahasiswa.
Pendidikan yang benar bukan hanya membentuk kecakapan teknis, tetapi harus berpijak pada warisan tradisi yang baik. "Sekarang ini, banyak hal yang baik dari masa lalu justru ditinggalkan, sementara kebiasaan yang buruk justru berlanjut," ujarnya.
Dia menilai perkembangan AI tidak dapat ditolak, tetapi harus diberi batasan yang jelas di ruang akademik. AI boleh menjadi alat bantu di dunia bisnis, riset pasar dan berbagai sektor produksi.
Baca juga: Pengamat: AI di lampu merah mesti utamakan angkutan umum
Dia menekankan, keberadaan AI di lingkungan sekolah dan perguruan tinggi harus diatur secara ketat untuk mencegah hilangnya proses belajar yang membentuk kedewasaan intelektual.
"Kalau mahasiswa dari awal sudah dibantu AI, itu berbahaya. AI tidak boleh masuk ke ruang belajar sedemikian rupa sehingga menghentikan proses pematangan berpikir," katanya.
Dia juga menyinggung perlunya regulasi nasional terkait batas penggunaan AI, terutama dalam pembuatan makalah dan karya ilmiah.
Menurut dia, dunia internasional sudah mulai mengatur ruang yang boleh dan tidak boleh disentuh AI, sementara Indonesia belum memiliki pedoman yang jelas.
Dia kembali menegaskan bahwa pendidikan Indonesia harus menemukan keseimbangan antara inovasi baru dan akar tradisi yang telah terbukti membangun karakter bangsa.
Pewarta: Khaerul Izan
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































