Jakarta (ANTARA) - Dalam dunia yang serba cepat, penuh ketidakpastian, dan kompetitif, data bukan sekadar angka di tabel atau grafik, tapi fondasi untuk pengambilan keputusan, baik oleh pemerintah, dunia usaha, maupun masyarakat luas.
Data yang andal dan akurat ibarat kompas yang menunjukkan arah, membantu menghindari jebakan, dan menuntun langkah menuju tujuan. Tanpa kompas yang jelas, pelayaran menuju pembangunan bisa tersesat, terombang-ambing, bahkan karam.
Beberapa waktu lalu, dunia dikejutkan oleh keputusan mengejutkan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang secara mendadak memberhentikan Komisaris Bureau of Labor Statistics (BLS). Pemecatan itu dilakukan hanya beberapa jam setelah lembaga tersebut merilis laporan bulanan yang menunjukkan perlambatan tajam pertumbuhan lapangan kerja. Trump menuding data itu "palsu" dan "direkayasa" untuk menjatuhkannya secara politik.
Langkah Trump tersebut mengundang kritik luas, termasuk dari ekonom Partai Republik sendiri. Steve Hanke, mantan penasihat Presiden Ronald Reagan, yang dengan tegas menyatakan bahwa gagasan untuk memanipulasi data BLS adalah "omong kosong."
Kritik ini muncul karena semua pihak tahu bahwa metodologi statistik modern dirancang agar tahan terhadap intervensi politik dan dijalankan oleh birokrat profesional yang bekerja berdasarkan standar teknis, bukan kepentingan kekuasaan.
Kasus di AS ini memberi kita peringatan berharga bahwa data statistik bukan sekadar persoalan teknis, melainkan juga fondasi kepercayaan publik dan demokrasi. Jika kredibilitas lembaga statistik dirusak, bukan hanya keputusan ekonomi yang menjadi kacau, tetapi juga legitimasi pemerintahan dan stabilitas sosial bisa terguncang.
Baca juga: BPS pastikan data inflasi sesuai kaidah statistik dan independen
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

















































