Lampung Selatan (ANTARA) - Pengurus Daerah Ikatan Jurnalis Televisi (IJTI) Lampung mendesak Polres Lampung Selatan untuk memproses pelaku premanisme yang diduga melakukan intimidasi disertai pengancaman terhadap wartawan Kompas TV, Teuku Khalid Syah, saat meliput dugaan pemerasan terhadap pemilik lahan di Desa Legundi, Kecamatan Ketapang, Selasa (25/11).
Ketua IJTI Lampung, Andres Afandi saat mendampingi korban untuk melakukan pelaporan di Polres Lampung Selatan, Rabu, mengatakan pihaknya mengecam keras dugaan intimidasi dan pengancaman terhadap Teuku Khalid Syah saat melakukan peliputan.
"IJTI Pengda Lampung mendampingi rekan kita Teuku laporan di Polres Lampung Selatan dan kita akan mengawal kasus ini sampai tuntas sampai nanti mendapatkan kepastian hukum. IJTI selaku organisasi pers di Lampung, kita sangat mengecam aksi kekerasan ini karena tentunya tidak bisa kita tolerir dan harus mendapatkan kepastian hukum," kata dia.
Ia menjelaskan, setelah dilakukan pelaporan pihaknya akan berkoordinasi dengan LBH Bandarlampung dan LBH Pers untuk memberikan pendampingan terhadap korban dalam proses penegakan hukum.
Baca juga: Basarnas ingatkan nelayan waspada cuaca buruk dan ombak di Selat Sunda
"Tentunya kita juga meminta atensi dari Kapolres Lampung Selatan sendiri, aparat penegak hukum, agar menuntaskan kasus ini secara tuntas," katanya.
Menurutnya, aksi premanisme yang menghalang-halangi tugas jurnalis adalah pelanggaran hukum sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
"Ini kita benar-benar mengharapkan ada atensi, baik dari Polres Lampung Selatan maupun dari Polda Lampung nanti, agar maraknya aksi premanisme di Lampung Selatan ini dapat diusut dengan tuntas," ucapnya.
Sementara itu, wartawan Kompas TV, Teuku Khalid Syah menjelaskan, kronologis kejadian itu bermula pada saat dirinya melakukan peliputan dugaan pemerasan terhadap pemilik lahan di Desa Legundi, Kecamatan Ketapang, Kabupaten Lampung Selatan pada Selasa (25/11) sore.
Pewarta: Riadi Gunawan
Editor: Zaenal Abidin
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































