Jakarta (ANTARA) - Indonesia membawa misi penting menjaga reputasi dan kepercayaan dunia menjelang World Conference on Doping in Sport yang digelar Badan Anti-Doping Dunia (WADA) di Busan, Korea Selatan pada 2-5 Desember 2025.
Forum tersebut akan menjadi penentu arah kebijakan global anti-doping, termasuk bagi Indonesia yang sebelumnya dua kali dijatuhi sanksi ketidakpatuhan.
Ketua Umum Organisasi Anti-Doping Indonesia (IADO) Gatot Sulistiantoro Dewa Broto mengatakan konferensi tersebut bukan sekadar pertemuan reguler, melainkan ruang strategis yang menentukan posisi Indonesia dalam peta kepatuhan internasional.
“Konferensi ini sangat menentukan masa depan atlet dan kehormatan olahraga nasional. Setelah pernah terkena sanksi dua kali, kita harus memastikan Indonesia benar-benar patuh agar Merah Putih selalu berkibar,” kata Gatot saat dikonfirmasi ANTARA di Jakarta, Minggu.
Menurut Gatot, Indonesia saat ini berada pada titik krusial. Meski sudah keluar dari sanksi WADA, berbagai pelanggaran doping di tingkat nasional, termasuk rekor kasus pada PON 2024 Aceh-Sumatera Utara, menjadi alarm keras yang tak boleh diabaikan.
“Kita tidak ingin kasus doping di level nasional menjadi preseden buruk. Ini waktunya menunjukkan bahwa Indonesia serius, bukan hanya di atas kertas tetapi dalam implementasi,” ujarnya.
Baca juga: IADO yakin larangan IOC tak merugikan Indonesia secara signifikan
IADO kini memperkuat edukasi melalui platform Anti-Doping Education and Learning (ADEL) agar seluruh atlet memahami konsekuensi dan aturan secara menyeluruh.
“Atlet harus paham bahwa doping bukan hanya soal kehilangan medali, tapi reputasi. Sekali terkena doping, dampaknya destruktif, bahkan bisa mengubah arah karier,” katanya.
Gatot menegaskan WADA memiliki otoritas kuat yang dapat memengaruhi partisipasi negara dalam berbagai multievent. Ia menyebut larangan terhadap Rusia dalam beberapa Olimpiade sebagai contoh bagaimana WADA mampu mengambil keputusan tegas tanpa kompromi.
“Keputusan WADA mampu melampaui banyak lembaga internasional. Itu sebabnya kepatuhan bukan pilihan, tapi keharusan,” ujarnya.
Gatot menegaskan, jika Indonesia kembali mendapat sanksi, dampaknya bukan hanya pada IADO tetapi seluruh olahraga nasional. Mulai dari larangan mengibarkan bendera Merah Putih, hingga pembatasan menjadi tuan rumah kejuaraan internasional.
“Kita tentu tidak ingin tim nasional tampil tanpa Merah Putih atau kehilangan hak menyelenggarakan event internasional,” ujarnya.
Dengan kehadiran IOC, IPC, OCA, federasi internasional hingga perwakilan pemerintah dari berbagai negara, konferensi di Busan disebut Gatot sebagai ruang penting bagi Indonesia untuk menegaskan kembali komitmen pada olahraga bersih.
“Kita ingin memastikan Indonesia tidak hanya hadir, tetapi menunjukkan diri sebagai negara yang taat aturan dan berintegritas,” katanya.
Gatot mengajak seluruh pemangku kepentingan, termasuk federasi, pelatih, dan atlet, untuk memperkuat gerakan olahraga bersih.
“Mari kita dukung bersama. Silakan berprestasi, silakan bertanding, tapi utamakan clean sport,” ujarnya.
Baca juga: WADA surati Menpora, soroti program anti-doping yang tak berkelanjutan
Baca juga: Kemenpora sebut teguran WADA soal program anti-doping sudah ditangani
Pewarta: Muhammad Ramdan
Editor: Irwan Suhirwandi
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































