"Pangku", sebuah refleksi keping-keping kebahagiaan yang berserakan

2 weeks ago 15

Jakarta (ANTARA) - Tiga ekor ikan yang tak segar-segar amat di atas nampan, surat nikah yang entah demi selembar akta kelahiran prasyarat pendaftaran, dan gerobak mi ayam tanpa atap yang belum genap dituntaskan.

Kebahagiaan itu sederhana. Kebahagiaan itu singkat. Namun, lagi-lagi, kebahagiaan itu amatlah sederhana dan sudah seharusnya tidak dipaksakan mengikuti ukuran orang-orang kebanyakan. Pun demikian, sebagaimana hidup, kebahagiaan memang sepatutnya diperjuangkan.

Perjuangan itulah yang dilakukan Sartika (Claresta Taufan Kusumarina), perempuan muda hamil tua yang memutuskan meninggalkan kampungnya demi sebuah harapan kecil tentang kehidupan lebih baik. Alih-alih terang menjanjikan, Sartika yang berangkat tanpa bekal apapun --kecuali setumpuk pakaian dan kandungan yang telah memasuki usia delapan bulan-- terdampar di sebuah gang remang-remang.

Entah seberapa jauh Sartika telah bertolak dari kampungnya, yang jelas ia baru menumpang sebuah truk tak sampai 40 kilometer jauhnya sebelum dipaksa turun di tengah jalan, menyusuri gang remang-remang di tepi jalur Pantura, Indramayu, demi bertemu sosok Maya (Christine Hakim). Maya dan Jaya (Jose Rizal Manua) menyalakan lilin kecil yang nyala apinya susah payah dijaga baik-baik oleh Sartika.

Meski remang-remang, nyala api itu menjaga harapan, mengantarkan Sartika menyambut kelahiran sang putra, Bayu (Shakeel Fauzi). Meski remang-remang, ia menunjukkan jalan bagi Sartika kepada sebuah pertemuan dengan Hadi (Fedi Nuril), yang kerap kali datang mengemban setumpuk kayu bakar demi membuat api harapan itu berkobar nan menggelora.

Sayangnya, gelora itu hanya berakhir menjadi tiga ekor ikan yang tak segar-segar amat di atas nampan, surat nikah yang entah demi selembar akta kelahiran prasyarat pendaftaran, dan gerobak mi ayam tanpa atap yang belum genap dituntaskan.

Sebagaimana aktivitas "kopi pangku", sebuah transaksi singkat dan padat di sebuah warung remang-remang yang potongan namanya dipinjam menjadi judul film ini, demikian pula keping-keping kebahagiaan nan sederhana Sartika harus berserakan dalam rentang nan singkat. Kendati berserakan, kebahagiaan itu tetap nyata dan mengantarkan Sartika kepada kebahagiaan-kebahagiaan lain, buah pertaruhannya.

Apapun itu, seperti kata Sutan Sjahrir --yang rasanya mengalihbahasakan secara bebas potongan musikal "Wallenstein Lager" karya dramawan Jerman Friedrich von Stiller tahun 1798-- bahwa "Hidup yang tidak dipertaruhkan tak akan pernah dimenangkan." Dan Sartika telah bertaruh, dibantu tangan-tangan Maya, Jaya, dan Bayu demi menjaga api kecil itu tetap menyala.

Potongan adegan film "Pangku". Instagram/@filmpangku

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |