Jakarta (ANTARA) - Guru Besar Bidang Politik Kontemporer di Universitas Padjadjaran (Unpad) Prof. Caroline Paskarina menilai pemilihan kepala daerah (pilkada) oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) atau pilkada tertutup berpotensi memperdalam problem atau permasalahan demokrasi di Indonesia.
“Dalam situasi dimana kualitas demokrasi menurun, kepercayaan publik terhadap pemerintah melemah, kecenderungan sentralisasi kekuasaan menguat, dan praktik elitisme politik semakin mengemuka, maka wacana pengalihan pemilihan kepala daerah dari rakyat ke DPRD justru berpotensi memperdalam problem struktural demokrasi, bukan menyelesaikannya,” ujar Prof. Caroline saat dihubungi dari Jakarta, Sabtu.
Menurut dia, bila pilkada melalui DPRD terjadi, dan tanpa diiringi dengan reformasi sistem politik yang meliputi sistem kepartaian dan pemilihan, maka pemilihan tersebut tidak memperkuat demokrasi, namun dapat mempersempit ruang partisipasi politik warga.
Problem lain juga akan memusatkan kembali proses pengambilan keputusan pada segelintir elite politik, serta menjauhkan kepala daerah dari basis legitimasi publik yang langsung. Dalam konteks ini, demokrasi direduksi menjadi prosedur legal formal.
Untuk dimensi substantifnya, yakni kontrol publik, akuntabilitas kekuasaan, dan keterlibatan warga negara secara bermakna, kata dia, justru berisiko semakin terpinggirkan bila pilkada dilakukan oleh DPRD.
Baca juga: PDIP tetap ingin kepala daerah langsung dipilih rakyat
“Perdebatan mengenai mekanisme pemilihan kepala daerah semestinya tidak berhenti pada soal ‘boleh atau tidak’ secara konstitusional, tetapi harus ditempatkan dalam kerangka yang lebih kritis. Apakah mekanisme tersebut memperkuat atau justru melemahkan kualitas demokrasi, integritas institusi politik, dan kedaulatan rakyat dalam praktik bernegara?,” katanya mengingatkan.
Oleh sebab itu, dia mengingatkan pemerintah untuk membuka ruang seluas mungkin bagi publik untuk berpartisipasi dalam perumusan desain pemilihan kepala daerah yang akan diterapkan di masa mendatang, dan tetap menjamin terwujudnya demokrasi secara substantif.
Sementara itu, terkait pernyataan Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian yang mengatakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak melarang kepala daerah dipilih melalui DPRD dengan syarat dilakukan secara demokratis, Prof. Caroline memandang hal tersebut benar secara normatif.
“Namun, penekanan semata pada aspek konstitusionalitas formal berisiko mengaburkan persoalan yang jauh lebih mendasar, yakni kondisi demokrasi Indonesia yang sedang mengalami kemerosotan secara substansial,” ujarnya.
Sebelumnya, wacana pilkada oleh DPRD kembali mengemuka setelah disampaikan oleh Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia pada acara HUT ke-61 Golkar, yakni pada 5 Desember 2025.
Pada 11 Desember 2025, Mendagri menyampaikan UUD NRI 1945 tidak melarang kepala daerah dipilih oleh DPRD, yakni asal dilakukan secara demokratis.
Pewarta: Rio Feisal
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































