Jakarta (ANTARA) - Rafael Nadal tampak emosional saat menghadiri acara perpisahan khusus di Roland Garros, Minggu (25/5) waktu setempat, untuk menghormati juga merayakan warisan pencapaiannya di Paris.
Dalam acara penghormatan yang penuh haru itu, Nadal membungkuk untuk terakhir kali di lapangan Philippe-Chatrier, tempat juara French Open 14 kali tersebut mengukir prestasi.
"Selamat malam semuanya, ini sulit bagi saya," kata Nadal sambil menahan tangis, seperti disiarkan ATP, Minggu.
Baca juga: Museum Rafa Nadal punya ruang baru pamer kesuksesan di Roland Garros
"Saya tidak tahu harus mulai dari mana setelah bermain di lapangan ini selama 20 tahun terakhir. Menikmati, menderita, menang, kalah... Di atas segalanya, saya emosional karena berkesempatan bermain di sini."
Nadal berdiri di hadapan kerumunan penonton, termasuk Carlos Alcaraz dan bintang WTA Iga Swiatek, yang mengenakan kaus "Merci Rafa".
Sebuah montase video yang menggetarkan diputar di seluruh layar, menangkap pukulan forehand yang menggelegar, sorak-sorai kemenangan, dan gerakan mengangkat trofi ikonik yang menandai kekuasaannya di turnamen major lapangan tanah liat itu.
Menjelang akhir upacara, para pesaingnya yang hebat, Novak Djokovic, Roger Federer, dan Andy Murray, bergabung dengannya di lapangan.
Warisan Nadal di Roland Garros tak tertandingi. Sejak debutnya memenangi gelar pada 2005, petenis Spanyol itu mengubah lapangan tanah liat Paris menjadi wilayah pribadinya, dengan meraih rekor 14 gelar.
Baca juga: Nadal terima penghargaan Laureus Sporting Icon
Dari tahun 2005 hingga 2008, Nadal memenangi empat gelar berturut-turut, mengalahkan Federer di final sebanyak tiga kali dan yang paling menonjol adalah pada 2008, saat ia hanya kalah empat gim dari petenis Swiss itu.
Setelah kekalahan mengejutkan di babak keempat dari Robin Soderling pada 2009, kekalahan pertamanya di Roland Garros, Nadal kembali pada 2010 untuk membalas kekalahan melawan petenis Swedia itu di final dan memulai lima tahun lagi dengan kemenangan beruntun.
Kemenangannya pada 2012 melawan Djokovic memberinya gelar ketujuh, melampaui Bjorn Borg. La Decima tiba tahun 2017, saat Nadal mengklaim gelar Roland Garros ke-10 yang bersejarah dengan kemenangan dominan.
"Ini adalah kisah luar biasa yang dimulai tahun 2004 saat saya datang ke Roland Garros untuk pertama kalinya. Saya hampir tidak bisa berjalan karena cedera kaki," kata Nadal.
"Saya bermimpi untuk kembali tahun berikutnya. Tahun 2005, saya akhirnya bisa bermain di sini untuk pertama kalinya. Saya berusia 18 tahun dan pengalaman besar pertama saya adalah pertandingan yang saya mainkan melawan teman masa kecil sekaligus rival saya, Richard Gasquet. Sejak hari itu, saya sepenuhnya mengerti apa arti Roland Garros."
Baca juga: Nadal mulai terbiasa dengan kehidupan usai pensiun
"Saya mengalami semuanya selama 20 tahun ini. Saya memiliki banyak rival yang luar biasa — seperti Andy, Novak, dan tentu saja Roger — dan banyak lainnya yang mendorong saya hingga batas fisik dan mental," ujar legenda tenis asal Spanyol itu.
"Sungguh, tidak ada yang lebih mendebarkan tanpa persaingan yang berlangsung lama ini yang telah mendorong kita semua untuk terus berkembang setiap hari."
Sebagian besar kesuksesan petenis Spanyol itu berkat pelatih Toni Nadal, yang membantu membimbing keponakannya meraih 10 gelar Roland Garros antara tahun 2005-2017.
"Toni, kamu adalah alasan mengapa saya ada di sini," kata Nadal saat upacara tersebut.
"Terima kasih telah mengorbankan sebagian besar hidupmu untuk ingin bersamaku. Berlatih, berbicara, membuatku menderita, membuatku tertawa, dan juga membuatku melampaui batas. Apa yang telah kita jalani tidak selalu mudah, tetapi tanpa diragukan lagi, itu sepadan."
Nadal mengakhiri kariernya dengan rekor menang/kalah dalam turnamen tersebut 112-4, menurut statistik ATP.
Baca juga: Federer tulis surat perpisahan menyentuh untuk Nadal
Pewarta: Arindra Meodia
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2025