Morotai dan awal kebangkitan hilirisasi tuna Nusantara

2 weeks ago 14
Di Morotai, Asta Cita berpadu dengan geostrategi dan geoekonomi bahwa negara hadir memperkuat batas laut melalui industri, meningkatkan nilai tambah melalui hilirisasi berlapis, dan membangun kebanggaan melalui kemandirian iptek

Jakarta (ANTARA) - Di antara pulau-pulau di timur Indonesia, Morotai selalu tampak seperti paradoks yang menunggu ditafsirkan ulang.

Pulau yang dulu menjadi pangkalan militer Sekutu ini, kini berdiri di persimpangan besar: menjadi halaman depan kebangkitan hilirisasi tuna Nusantara atau sekadar contoh lain dari pembangunan yang berhenti pada tataran slogan.

Di atas peta, Morotai hanya titik. Tetapi dalam lanskap geostrategi, wilayah ini adalah beranda Indonesia ke Pasifik, titik singgung penting antara sumber daya laut, rantai pasok industri, dan kepentingan ekonomi nasional.

Potensi sebesar itu mensyaratkan tata kelola yang tidak lagi parsial seperti sekarang, melainkan terjalin dalam satu desain yang utuh, terukur, dan berbasis ilmu pengetahuan.

Selama beberapa tahun, Morotai memegang dua identitas yang berjalan sendiri-sendiri. Di sisi hulu, Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) telah berdiri dengan fasilitas dermaga, pabrik es, cold storage, dan gudang logistik yang dirancang sebagai simpul pendaratan ikan.

Di sisi hilir, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Perikanan dan Pariwisata dibentuk untuk menarik industri olahan dan mengisi lumbung ekspor kawasan timur.

Namun, dua entitas ini tidak pernah dipertemukan dalam narasi pembangunan yang sama. SKPT bekerja sebagai pusat pendaratan yang belum tersambung ke industri besar, sementara KEK justru lebih berkembang sebagai lahan promosi investasi pariwisata.

Hilirisasi yang diharapkan berdiri kokoh di atas dua pilar ini pun terhenti di tengah jalan. Ini adalah tanda bahwa konsep besar tanpa keterpaduan sering kali gagal menjelma menjadi manfaat nyata bagi nelayan, tenaga kerja lokal, maupun industri nasional.

Padahal, bila kita melihat posisinya, Morotai adalah salah satu simpul strategis dari Sabuk Tuna Nusantara, sebuah cincin hilirisasi yang dirancang menyebar di timur Indonesia.

Sorong bertindak sebagai pintu barat, Saumlaki sebagai simpul selatan, sedangkan Morotai adalah pintu utara menuju pasar Jepang, Republik Korea, dan negara-negara Pasifik.

Peningkatan kapasitas Morotai tidak hanya soal angka ekspor, tetapi juga soal doktrin kehadiran bahwa negara menjaga laut tidak hanya melalui patroli, tetapi juga melalui pelabuhan ekspor, kawasan industri, dan simpul iptek di garis depan.

Di situlah makna geostrategis Morotai yang lebih luas daripada sekadar urusan ikan, karena ini menyangkut posisi Indonesia dalam arsitektur Indo-Pasifik masa depan.

Baca juga: Kemhan dan KKP kolaborasi kembangkan Lanal Morotai dan Dermaga Wanam

Baca juga: Tuna Morotai Tembus China dan Jepang

Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |