MIND ID dinilai kurangi fragmentasi kebijakan di tingkat korporasi

2 hours ago 3

Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Indonesia Mining and Energy Watch (IMEW) Ferdy Hasiman menilai MIND ID sebagai holding telah mendorong koordinasi antarentitas di sektor mineral strategis dan mengurangi fragmentasi kebijakan di tingkat korporasi.

"Sinergi ini krusial karena mereka adalah leader di segala bidang mineral; ada Antam di nikel dan bauksit, Inalum di alumina, hingga Freeport di tembaga," ujarnya dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Kamis.

Ia menilai keterlibatan MIND ID dalam proyek-proyek hilirisasi mineral strategis mencerminkan arah kebijakan negara dalam mendorong penguatan industri berbasis sumber daya mineral, namun tetap membutuhkan kepastian regulasi yang konsisten.

Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Indonesia memiliki cadangan mineral strategis dalam skala global, mencakup sekitar 42 persen cadangan nikel dunia; 16,3 persen timah; dan 7,18 persen kobalt.

Besarnya potensi tersebut membuka peluang bagi penguatan hilirisasi, sekaligus menuntut kehati-hatian dalam pengelolaan fiskal mengingat besarnya kebutuhan investasi dan insentif yang diberikan.

Dalam aspek keberlanjutan, Ferdy menyoroti penerapan prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG) oleh sejumlah perusahaan tambang, termasuk penggunaan pembangkit listrik tenaga air oleh PT Vale Indonesia dari aliran Danau Matano, serta praktik reklamasi yang dijalankan PT Aneka Tambang Tbk dan PT Bukit Asam Tbk.

Meski demikian, ia mengingatkan bahwa implementasi ESG membutuhkan pengawasan kebijakan yang konsisten agar tidak berhenti pada tataran formal.

"IUP ilegal ini yang memberikan stigma negatif terhadap industri tambang. Ini menjadi PR besar pemerintah karena mengganggu perusahaan yang sudah menjalankan ESG dengan baik," kata Ferdy.

Dari sisi fiskal, Ferdy menilai tantangan hilirisasi terletak pada sinkronisasi kebijakan antara kewajiban pembangunan fasilitas pengolahan dan insentif yang diberikan pemerintah. Ketidaksinkronan kebijakan dinilai berpotensi menimbulkan risiko bagi keberlanjutan investasi dan penerimaan negara.

"Pemerintah perlu memberikan dukungan berupa insentif pajak atau pemotongan pajak. Jangan sampai di satu sisi diminta membangun smelter dengan biaya besar, namun di sisi lain dibebani bea keluar yang tinggi. Dukungan pemerintah harus sinkron agar deviden yang dihasilkan nantinya juga besar bagi negara," kata dia.

Saat ini, sejumlah proyek hilirisasi masih berjalan, termasuk pengembangan ekosistem baterai terintegrasi di Halmahera Timur, manufaktur baterai di Karawang, serta pengembangan artificial graphite untuk mendukung kebutuhan kendaraan listrik.

Ke depan, proyek-proyek tersebut akan menjadi indikator penting apakah kebijakan hilirisasi dapat dijalankan secara disiplin, berkelanjutan, dan terkelola dengan baik dari sisi fiskal.

Baca juga: Transformasi digital MIND ID jadi fondasi penguatan industri batu bara

Baca juga: MIND ID perkuat hilirisasi bauksit RI lewat pembangunan SGAR Fase II

Baca juga: MIND ID Perkuat Komitmen Transisi Energi Lewat Hilirisasi Bauksit

Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |