Menghadirkan listrik di balik bukit Bali Utara melalui PLTM

3 hours ago 2

Buleleng (ANTARA) - Provinsi Bali semakin menunjukkan tekadnya untuk melakukan transisi menuju pemanfaatan energi baru terbarukan dan yang lebih bersih.

Pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) menjadi alternatif paling rasional di masyarakat perkotaan dan perdesaan.

Sebab, tak ada risiko konflik ketika solar panel di pasang pada lahan pribadi atau perkantoran, tidak ada juga yang protes jika individu memanfaatkan sinar surya sebanyak-banyaknya.

Namun begitu, Bali juga memiliki potensi energi baru terbarukan yakni pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTM) yang mampu menghasilkan energi listrik, tapi potensinya masih kurang dilirik.

Padahal, utamanya di pedesaan, dengan sumber-sumber mata air melimpah dapat menjadi peluang berjalannya pembangkit listrik dari aliran air ini.

Memang, untuk itu perlu perizinan, perhitungan dari segi ekonomi, letak yang harus dekat dengan sumber air, dan kemiringan strategis untuk memastikan air terus mengucur kencang. Hal ini butuh praktik-praktik nyata sebagai gambaran pengembangan PLTM di Pulau Dewata.

Operator menunjukkan tempat menyimpan energi listrik sebelum dialirkan ke PLN di PLTM Panji Muara, Desa Sambangan, Buleleng, Minggu (25/5/2025). (ANTARA/Ni Putu Putri Muliantari)

Mengenal PLTM Panji Muara

Di Bali Utara, tepatnya di perbukitan Desa Sambangan, Sukasada, Buleleng, telah berdiri pembangkit tenaga mikrohidro pertama di "Pulau Seribu Pura" yakni PLTM Panji Muara.

Manajer PLTM Panji Muara Ervina Fitriani ketika ditemui di Buleleng menjelaskan bahwa kekayaan alam yang dimanfaatkan pada pembangkit ini adalah air, tepatnya aliran air sungai yang mampu menggerakkan mesin generator sehingga menghasilkan listrik.

PLTM yang untuk mengunjunginya harus melewati hutan dan perbukitan serta menempuh waktu hampir tiga jam dari Kota Denpasar ini telah berdiri sejak 2016.

Kala itu, Desa Sambangan tidak memiliki listrik. Kelompok-kelompok warga yang sebagian besar bermatapencaharian sebagai petani dan peternak memanfaatkan kincir air tradisional untuk mendapatkan listrik.

Pendiri PLTM Panji Muara kemudian mendapat informasi potensi air sungai dari Tukad Tiyingtali yang dapat menjadi sumber pembangkit. Akhirnya riset dimulai.

Manajemen mengurus segala jenis perizinan. Saat itu tak mudah bagi mereka menyelesaikan legalitas, pulang-pergi Jakarta Bali, berkoordinasi dengan pemerintah setempat, hingga mulai tahap pembangunan usai Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTL) terbit.

Setelah itu baru berunding dengan PT PLN untuk menentukan harga listrik dari PLTM yang kini sekitar Rp1.100/kWh.

Saat pembangunan tak mudah. Mereka harus menyusuri bukit dan hutan yang gelap untuk sampai di sumber air, membawa peralatan yang dibeli dari Austria, dan harus dibantu TNI saking sulitnya akses di sana.

Perusahaan akhirnya membangun kolam utama sebagai penampungan air dengan kapasitas 850 meter kubik pada ketinggian 858,5 mdpl. Sebelum masuk penampungan, air sungai disaring sebanyak dua kali untuk memastikan tak ada sampah yang terbawa.

Air tersebut kemudian dikucurkan ke pipa berdiameter 1.200 mm dengan panjang 526 meter pada posisi miring untuk memastikan gravitasi yang tinggi memindahkan air ke ruang pembangkit.

Di ruang pembangkit, dua turbin generator berkapasitas 2.300 kW siap mengolah arus air menjadika listrik yang dikumpulkan di transformator utama berkapasitas 2x1.600 kVa, kemudian langsung disalurkan ke grid PLN.

Air yang alirannya dimanfaatkan akan kembali dikeluarkan dari generator dan dialirkan ke sungai tanpa mengambil air sedikit pun. Bahkan, yang keluar adalah air bersih karena seluruh sampah tersaring dalam mesin.

PLTM Panji Muara yang beroperasi 24 jam penuh ini saat kondisi debit air tinggi dapat menghasilkan daya optimal 23.000 kWh, namun sebaliknya jika kemarau akan menghasilkan daya yang sangat minim.

Kondisi aliran air Tukad Tiyingtali yang akan mengalir ke pipa PLTM Panji Muara, Desa Sambangan, Buleleng, Minggu (25/5/2025). (ANTARA/Ni Putu Putri Muliantari)

Tantangan PLTM

Meski potensial, bukan berarti tidak ada tantangan ketika menjalankan PLTM Panji Muara.

Melihat bahan baku dari pembangkit ini adalah aliran air, maka kekeringan dan rendahnya laju air menjadi tantangan.

Pada 2020 lalu misalnya, hampir setahun Tukad Tiyingtali mengalirkan air sangat sedikit, dan energi yang bisa dihasilkan hanya 420 kW.

Anomali ini hampir saja membuat pengelola tidak bisa menghasilkan energi sama sekali, sebab generator paling minimum bisa digunakan jika energi yang dihasilkan 400 kW.

Namun, atas kesabaran dan perubahan iklim yang menjadi lebih baik akhirnya debit sungai pulih dan pembangkit kembali bekerja normal hingga hari ini.

Jauh sebelum mengalami tantangan iklim, tantangan geografis lebih dulu dirasakan. Desa di balik bukit yang gelap tanpa listrik ini harus dibangun PLTM terlebih dahulu.

Membangun infrastruktur jalan adalah langkah pertama saat hendak membuat PLTM, sebab sumber air cenderung berada di bukit atau pegunungan yang belum banyak aksesnya.

Untuk PLTM Panji Muara, ada tahap pembebasan lahan yang juga jadi tantangan. Lahan yang saat ini digunakan adalah tanah milik warga setempat, sehingga harus mengganti biaya pembebasan lahan.

Respons warga

Awalnya, reaksi masyarakat Desa Sambangan tidak menerima tentang adanya rencana pembangunan pembangkit listrik ini.

Hal itu dibenarkan Dinas PUTR Buleleng. Masyarakat khawatir satu-satunya air untuk subak dan kehidupan sehari-hari mereka habis digunakan untuk pembangkit.

Akhirnya proses edukasi dan sosialisasi selama setahun dilakukan hingga akhirnya masyarakat mengerti peran penting keberadaan pembangkit ini.

Setelah pembangkit dibangun, PLN masuk ke desa dan menyalurkan listrik hingga ke pelosok.

Komitmen pengelola dalam membangun desa juga tercermin dari perekrutan tenaga kerja. Saat ini 98 persen dari pekerja di PLTM Muara adalah pemuda desa.

Aliran air bersih yang keluar dari generator juga kini dimanfaatkan untuk destinasi wisata berupa tempat pemandian.

Salah seorang warga, Putu Mudita (29) membenarkan, banyak manfaat yang dirasakan sejak listrik PLN masuk desanya.

Kini ia tak perlu lagi mengurus dinamo pada kincir air. Tarif listrik juga tidak begitu mahal jika dibandingkan mengelola pembangkit tradisional sendiri.

Institute for Essential Services Reform (IESR) sebagai mitra pemerintah daerah mendata, setidaknya terdapat total 82,54 MW atau 31 lokasi lainnya yang berpotensi secara teknis untuk mengikuti jejak PLTM Panji Muara.

Salah satu potensi itu adalah Tukad Ayung yang terdapat di Kabupaten Karangasem, yang alirannya digunakan untuk wisata air seperti arung jeram.

Jika ingin menyusul keberhasilan PLTM Panji Muara yang mampu menghadirkan listrik bagi desa di balik bukit, maka sungai-sungai potensial perlu dikelola dengan baik. Dengan demikian, akan meningkatkan kapasitas dan bauran energi terbarukan sistem ketenagalistrikan di Bali.

Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |