Jakarta (ANTARA) - Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian meminta pemerintah memastikan kebijakan penghapusan status guru honorer pada akhir 2025 tidak menciptakan ketidakpastian dan kerentanan baru bagi para pendidik.
Ia juga meminta agar Hari Guru Nasional tidak sekadar seremoni, tetapi panggilan moral untuk memastikan perlindungan profesi dan kesejahteraan guru benar-benar terwujud dalam kebijakan nyata.
“Pada Hari Guru Nasional ini, pemerintah harus menunjukkan penghormatan nyata kepada guru: pastikan masa depan mereka terjamin. Reformasi kepegawaian harus menjadi revolusi kesejahteraan guru, bukan beban baru,” kata Hetifah dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
Hetifah menjelaskan bahwa penghapusan status honorer bukan sekadar mengikuti alur reformasi birokrasi, melainkan sebuah momentum untuk melakukan revolusi kesejahteraan guru.
Baca juga: HGN di SIC, Wamendikdasmen: Teladan guru wujudkan pendidikan bermutu
Ia menekankan bahwa kebijakan ini harus menjawab akar persoalan ketidakpastian status, rendahnya perlindungan, dan timpangnya kesejahteraan guru honorer.
Guru honorer yang telah bertahun-tahun mengabdikan diri harus mendapatkan akses prioritas dalam proses penataan, baik melalui pengangkatan sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) maupun seleksi terbuka yang adil dan tidak diskriminatif.
“Tidak boleh lagi pengabdian belasan tahun menjadi alasan tertunda tanpa kepastian,” ujarnya.
Hetifah menekankan bahwa, jika status honorer akan dihapus, tidak boleh dimaknai sebagai penghapusan hak. Penghasilan layak, tunjangan tetap, jaminan sosial, serta perlindungan hukum harus menjadi klausul wajib dalam kebijakan baru. “Ini bukan bonus, ini hak dasar,” tuturnya.
Menurut Hetifah, perbedaan regulasi antara guru sekolah umum yang berada di bawah Kemendikbudristek, dan guru madrasah di bawah Kementerian Agama, menuntut perlunya koordinasi erat antara Kementerian Agama, Kementerian PANRB, Kemendikbudristek, pemerintah daerah, dan BKN, agar tidak ada guru yang terlantar.
“Jangan sampai reformasi kepegawaian justru menciptakan dua kecepatan: satu guru diuntungkan, yang lain tertinggal,” kata Hetifah.
Baca juga: Komisi X desak pemerintah hapus status guru honorer demi kesejahteraan
Hetifah turut mengingatkan bahwa pemerintah melalui amanat UU ASN, aturan turunan, serta Surat Edaran KemenPAN-RB telah menetapkan bahwa hingga akhir 2025 nomenklatur guru honorer tidak akan ada lagi. Seluruh guru non-ASN yang memenuhi syarat akan diarahkan masuk dalam skema PPPK Paruh Waktu.
Namun hingga saat ini, proses penetapan dan pengangkatan PPPK Paruh Waktu masih menunggu terbitnya ketentuan teknis resmi dari Kementerian PANRB dan Badan Kepegawaian Negara (BKN).
“Keterlambatan regulasi teknis ini berpotensi menimbulkan ketidakpastian bagi guru honorer di daerah,” jelasnya.
Untuk menghindari kekosongan layanan pendidikan, Hetifah menggarisbawahi bahwa pemerintah daerah tetap dapat mengusulkan kebutuhan tenaga guru melalui formasi instansional masing-masing pemda kepada KemenPAN-RB, apabila formasi nasional belum dibuka.
“Mekanisme ini penting agar sekolah tetap terpenuhi kebutuhan gurunya tanpa menyalahi ketentuan kepegawaian yang berlaku,” kata Hetifah.
Baca juga: Gubernur Bobby berikan kado istimewa sekolah pulau terluar di Sumut
Sebagai Ketua Komisi X, Hetifah menegaskan bahwa isu guru honorer bukanlah semata persoalan administratif. Ini adalah persoalan keadilan sosial dan kedaulatan pendidikan nasional.
“Kita berbicara tentang ribuan guru yang mempertaruhkan kehidupan mereka demi generasi bangsa. Pemerintah harus menunjukkan bahwa mereka adalah prioritas, bukan pelengkap anggaran,” ujarnya.
Hetifah memastikan bahwa DPR RI akan terus menggunakan fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan untuk memastikan transisi ini berjalan adil, manusiawi, dan sesuai amanat undang-undang.
Menutup pernyataannya, Hetifah kembali menegaskan keberpihakan kepada para pendidik.
“Hari ini kita tidak sekadar memperingati Hari Guru Nasional. Kita menegaskan bahwa penghargaan terhadap guru harus diterjemahkan dalam regulasi, anggaran, dan tindakan nyata,” tutur Hetifah.
Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































