Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Sartono Hutomo mengatakan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk atau Telkom yang akan digelar pada Selasa (27/5) merupakan momen tepat untuk memilih direksi yang antikorupsi.
Sebab, kata dia, Telkom saat ini sedang menghadapi berbagai isu hukum melibatkan anak usaha dan dugaan korupsi di masa lalu, yang membebani citra perusahaan di mata publik dan investor.
"Saat ini momen yang pas untuk memilih personel yang anti dari praktik korupsi, profesional, serta punya integritas dan kapasitas yang tinggi," kata Hartono dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis.
Dengan memilih pemimpin yang lebih profesional dan fokus pada kepentingan bangsa dan negara, bukan kepentingan pribadi atau kelompok, Sartono menilai kondisi fiskal Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pun akan diperkuat, salah satunya melalui kontribusi laba Telkom.
Adapun Telkom mengalami penurunan laba bersih pada kuartal I-2025 menjadi Rp5,81 triliun dari Rp6,05 triliun pada kuartal I-2024.
Maka dari itu, ia berpendapat RUPST nantinya merupakan momen krusial bagi Perseroan untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja, tata kelola perusahaan, serta penyegaran direksi.
"Jangan sampai ada tekanan dan desakan dari partai politik hanya untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya. Harus fokus pada kepentingan bangsa dan negara," ungkap anggota komisi yang membidangi perdagangan, kawasan perdagangan dan pengawasan persaingan usaha, dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut.
Sebagai BUMN strategis, lanjut Sartono, Telkom perlu mengedepankan profesionalisme dan inovasi agar mampu bersaing di era digital yang semakin kompleks.
Disebutkan bahwa salah satu upaya jangka pendek yang harus dilakukan, yaitu Telkom bisa memulihkan kepercayaan pasar, yang tujuan besarnya untuk menciptakan nilai tambah bagi kemajuan fiskal ekonomi nasional.
"Jadikan RUPST sebagai momentum titik balik yang menegaskan komitmen Perusahaan terhadap transparansi, akuntabilitas, dan transformasi digital yang berkelanjutan, demi memulihkan kepercayaan publik serta menciptakan nilai bagi kemajuan fiskal demi kepentingan nasional, " tutur Sartono.
Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta sebelumnya telah menetapkan 11 orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait pembiayaan fiktif pada PT Telkom, yaitu AHMP, HM, AH, NH, DT, KMR, AIM, DP, RI, EF, dan OEW.
Sebanyak 11 orang itu disangkakan dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Perkara tersebut berawal dari kerja sama bisnis antara Telkom dengan sembilan perusahaan pada periode 2016-2018.
Telkom menunjuk empat anak perusahaannya untuk melaksanakan proyek itu, yakni PT Infomedia, PT Telkominfra, PT Pins, dan PT Graha Sarana Duta.
Total nilai proyek dari kerja sama sembilan perusahaan bersama empat anak perusahaan Telkom tercatat mencapai Rp431,7 miliar.
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Azhari
Copyright © ANTARA 2025