Jakarta (ANTARA) - Komisi Percepatan Reformasi Polri menerima audiensi dari dua kelompok, yakni aktivis lingkungan dan kalangan jurnalis di Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Rabu, sebagai bentuk partisipasi publik terhadap arah kebijakan reformasi Polri.
"Semua kita terima masukannya dan kita tampung masukannya yang cukup bagus bagi kami semua. Mudah-mudahan ini nanti kita kumpulkan untuk bisa kita bahas di bulan-bulan terakhir kita melaksanakan menampung aspirasi masyarakat ini," kata anggota Komisi Percepatan Reformasi Polri Badrodin Haiti saat memberikan keterangan kepada media di Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Rabu.
Setelah menerima audiensi dari lembaga toleransi beragama dan lembaga bantuan hukum pada Selasa (25/11), Komisi Percepatan Reformasi Polri menerima audiensi dari aktivis lingkungan, yang dihadiri Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Greenpeace, dan Indonesian Centre for Environmental Law (ICEL) pada sesi pertama.
Pada sesi kedua, komisi menerima audiensi dari kalangan jurnalis, yang terdiri dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI).
Badrodin menjelaskan bahwa masukan dari para aktivis lingkungan berkaitan dengan lemahnya perlindungan terhadap aktivis, serta kelemahan penegakan hukum yang dilakukan polisi, termasuk pada penegakan hak asasi manusia dan undang-undang terhadap lingkungan.
Baca juga: Komisi Reformasi Polri terima lebih 100 surat audiensi dari publik
Kemudian, Badrodin menyoroti laporan dari jurnalis yang seharusnya tindakan hukum dari polisi harus melalui Dewan Pers.
"Yang dilaporkan tentu harus melalui Dewan Pers, ada pendekatan hukum yang tidak melalui Dewan Pers, tentunya ini menjadi satu catatan yang harus diperbaiki oleh Polri," kata Badrodin.
Badrodin menambahkan bahwa berdasarkan laporan dari kelompok jurnalis, ada aktor kepolisian yang menghilangkan barang bukti.
Komisi Percepatan Reformasi Polri menyatakan bahwa proses penyusunan rekomendasi reformasi kepolisian kini memasuki tahap paling krusial, yakni pengumpulan masukan dari berbagai kelompok masyarakat secara maraton hingga 9 Desember mendatang.
Ketua Komite Percepatan Reformasi Polri Jimly Asshiddiqie mengatakan bahwa tahapan ini penting untuk memastikan kebijakan reformasi Polri tidak hanya berbasis evaluasi internal, tetapi juga aspirasi publik yang paling luas.
"Mudah-mudahan sampai tanggal 9 Desember, ini sudah selesai semua," katanya.
Baca juga: Komisi Reformasi Polri serap aspirasi masyarakat sipil lewat audiensi
Baca juga: Komisi Reformasi Polri targetkan arah kebijakan rampung Januari 2026
Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































