Kembud utamakan penyelamatan cagar budaya di Aceh

14 hours ago 2

Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kebudayaan melalui Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah I Aceh mengutamakan metodologi terukur dan prinsip kehati-hatian dalam penanganan cagar budaya yang terdampak banjir dan longsor, sebagai upaya menjaga keberlanjutan warisan budaya nasional pascabencana.

“Melihat kondisi lingkungan di kabupaten dan kota terdampak langsung, kami memutuskan untuk melakukan tanggap darurat awal yaitu menghimpun informasi mengenai kondisi para juru pelihara dan kondisi situs terdampak. Dari mereka kami mendapat laporan kondisi situs,” ujar Kepala Badan Pelestarian Kebudayaan Wilayah I Aceh, Piet Rusdi, dalam siaran pers di Jakarta, Sabtu.

​Saat ini, tim Kementerian Kebudayaan bersama pemerintah daerah dan tenaga ahli telah melaksanakan identifikasi awal terhadap situs, bangunan, dan struktur cagar budaya yang terdampak, terutama di wilayah yang mengalami genangan dan longsoran material.

Menurut Rusdi, identifikasi itu krusial untuk menentukan metode penanganan yang sesuai, mulai dari pengamanan darurat, pembersihan material, hingga rencana pemulihan jangka menengah dan panjang.

​Secara berkelanjutan, Kementerian Kebudayaan mendorong penguatan peran pemerintah daerah dan masyarakat sekitar dalam menjaga cagar budaya, khususnya pada fase pascabencana yang rawan terhadap kerusakan lanjutan maupun kehilangan nilai sejarah.

​Ia menegaskan bahwa pelindungan cagar budaya merupakan bagian dari upaya menjaga identitas dan ingatan kolektif bangsa, sehingga tetap harus menjadi perhatian meskipun daerah sedang fokus pada pemulihan pascabencana.

Kementerian Kebudayaan memastikan akan terus memantau perkembangan penanganan cagar budaya terdampak di Aceh, sekaligus menyiapkan langkah lanjutan agar warisan budaya tersebut tetap lestari.

Bencana yang melanda sejumlah wilayah di Aceh pada akhir November lalu mengakibatkan sejumlah situs cagar budaya maupun objek diduga cagar budaya tertimbun lumpur dan terendam air.

Kerusakan sejumlah cagar budaya tersebut sebagian besar diakibatkan oleh terjangan lumpur yang kemudian mengendap.

Kerusakan kategori berat contohnya terjadi pada masjid yang terendam lumpur dengan ketinggian sekitar 30 sentimeter.

Pada kompleks makam juga terdapat sejumlah nisan yang terkubur lumpur.

Kondisi lapisan lumpur di sejumlah titik dilaporkan sulit mengering, meski permukaannya tampak mengeras, namun pada bagian dalam masih sangat kental dan sulit diangkat.

Adapun pada situs dengan kategori terdampak ringan, masih terdapat genangan air dan lumpur pada sebagian kecil area tanpa menimbulkan kerusakan signifikan.

Baca juga: PSN dan LKB upayakan pencanangan Konde Cepol Betawi jadi WBTB Jakarta

Situasi pembersihan pascabencana hidrometeorologi di kompleks makam cagar budaya di Kuta Krueng, Kecamatan Samudera, Kabupaten Aceh Utara, Aceh, Senin (8/12/2025). ANTARA/HO-Kementerian Kebudayaan

Menurut Rusdi, berdasarkan laporan para juru pelihara di lapangan, terdapat sejumlah situs terdampak bencana sedang dalam upaya penanganan pembersihan situs, di antaranya:

Lima kompleks makam cagar budaya di Kabupaten Pidie; dua bangunan cagar budaya di Kabupaten Pidie Jaya; dua makam dan masjid cagar budaya di Kabupaten Bireun;

Lima belas cagar budaya yang terdiri dari masjid, kompleks makam, dan rumah adat di Kabupaten Aceh Utara; serta satu masjid cagar budaya di Kabupaten Aceh Timur.

Kementerian Kebudayaan berkomitmen untuk terus melakukan penanganan pascabencana dalam upaya pelindungan cagar budaya terdampak sebagai bagian dari tugas menjaga warisan leluhur Bangsa Indonesia untuk generasi mendatang.

Baca juga: Pemerintah hormati proses hukum terkait eksekusi rumah adat Toraja

Baca juga: Kemenekraf sebut film berperan dalam promosi kebudayaan-keberagaman

Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Indriani
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |