Jakarta (ANTARA) - Ketua Komisi V DPR RI Lasarus meminta peningkatan sistem peringatan dini bencana oleh kementerian/lembaga terkait, menyusul tingginya korban jiwa akibat banjir dan tanah longsor di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat dalam sepekan terakhir.
Dalam rapat bersama Basarnas dan BMKG di Gedung Parlemen, Jakarta, Senin, Lasarus mengatakan bahwa fenomena curah hujan ekstrem akibat adanya gangguan atmosfer seperti siklon tropis perlu ditanggapi dengan pembaruan teknologi pendeteksian dini agar masyarakat memiliki kesiapsiagaan sebelum bencana terjadi.
"Informasi BMKG menyebutkan bahwa curah hujan satu bulan jatuh dalam satu hari karena siklon, sehingga memicu banjir bandang dan longsor secara bersamaan di banyak titik. Kondisi semacam ini menuntut mitigasi yang lebih serius" kata dia.
Lasarus menegaskan bahwa lembaga terkait tidak boleh hanya fokus pada penanganan pascabencana, tetapi juga wajib memperkuat upaya pencegahan, termasuk pemetaan kawasan pemukiman yang berada di lokasi risiko tinggi seperti rawan longsor, banjir bandang, dan gempa.
Baca juga: Banjir Sumatera, KLH akan panggil 8 perusahaan di DAS Batang Toru
Pimpinan Komisi V DPR menyoroti pola permukiman penduduk yang tidak mempertimbangkan kerawanan geomorfologi turut memperburuk dampak bencana, sehingga pemetaan risiko yang lebih detail juga diperlukan agar masyarakat tidak tinggal di zona berbahaya.
Sejumlah senator juga secara khusus meminta Basarnas, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk memperkuat koordinasi dalam penanganan bencana saat ini maupun dalam penyusunan strategi mitigasi jangka panjang.
"Sinergi antarinstansi sangat menentukan kecepatan respons lapangan. Situasi kedaruratan seperti di Aceh dan lainnya menjadi alasan percepatan tersebut," kata Lasarus.
Dia menambahkan bahwa publik membutuhkan informasi yang akurat dan terkini dari BMKG, Basarnas, dan BNPB mengenai perkembangan penanganan di tiga provinsi mengingat dampak yang ditimbulkan sangat masif.
Baca juga: Tanggap darurat bencana Sumatera jadi operasi SAR terbesar tahun ini
Pusat Pengendalian Operasi Basarnas sebelumnya melaporkan total 33.620 warga terdampak, 447 korban meninggal, dan 399 orang masih hilang. Dari jumlah tersebut hingga Senin atau hari ketujuh tanggap darurat ini ada sebanyak 33.173 orang berhasil dievakuasi dalam kondisi selamat.
Dalam kesempatan operasi yang sama di Provinsi Aceh, Basarnas mengevakuasi 1.146 warga, di mana 102 meninggal dunia dan 116 masih dalam pencarian. Sebanyak 165 personel Basarnas diterjunkan untuk memperkuat Kantor SAR Banda Aceh.
Wilayah Sumatera Utara mencatat kondisi darurat paling luas, dengan 3.029 warga terdampak, 217 meninggal, dan 168 masih hilang. Basarnas mengerahkan helikopter, kapal, drone thermal, perahu karet, dan 121 personel untuk mendukung operasi.
Di Sumatera Barat, 29.445 warga terdampak dan 128 meninggal dunia. Operasi difokuskan pada desa-desa terisolasi serta lokasi longsor besar yang menyulitkan akses tim penyelamat menuju titik pencarian.
Baca juga: Wakil Ketua Komisi I DPR desak status bencana nasional untuk Sumatera
Baca juga: Temui pengungsi di Padang Pariaman, Presiden janjikan pemulihan cepat
Pewarta: M. Riezko Bima Elko Prasetyo
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































