Akademisi Undiksha kembangkan instrumen deteksi dini disleksia 

6 hours ago 4
...Ini adalah wujud kepedulian kita sebagai peneliti dan akademisi menanggapi keprihatinan banyak pihak terkait maraknya siswa SMP yang belum lancar membaca

Singaraja, Bali (ANTARA) - Akademisi Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) Singaraja, Bali I Ketut Trika Adi Ana berhasil mengembangkan instrumen deteksi awal (screening instrument) disleksia untuk identifikasi anak-anak yang mengalami kesulitan membaca.

"Ini adalah wujud kepedulian kita sebagai peneliti dan akademisi menanggapi keprihatinan banyak pihak terkait maraknya siswa SMP yang belum lancar membaca," kata Trika Adi Ana di Singaraja, Kabupaten Buleleng, Bali, Kamis.

Ia menjelaskan setelah sebelumnya berhasil mengembangkan "TrikaIndoDyslexic", sebuah huruf/font khusus untuk anak disleksia yang menggunakan pendekatan mnemonic untuk mempermudah pengenalan huruf dan kata, kini bersama dua mahasiswanya Ni Luh Putu Sadwi Indah Kertiningsih dan Prema Santi melangkah lebih jauh mengembangkan alat deteksi bentuk checklist dan kuisioner yang dirancang berdasarkan teori dari para ahli ternama di bidang disleksia seperti Rief dan Stern (2010), Reid (2011), serta Mather dan Wendling (2012).

Instrumen pendeteksi awal ini dibuat dengan memperhatikan ciri khas anak disleksia dan berbagai faktor penyebabnya.

Baca juga: Pemkab Buleleng fokus dampingi siswa sulit membaca

“Ini bukan soal siswa malas atau tidak mau belajar, tetapi bisa jadi mereka menghadapi tantangan khusus dalam mengenali huruf, membedakan bunyi, atau memahami teks. Kita perlu mengidentifikasi dan membantu mereka sejak dini karena anak yang kecenderungan mengalami disleksia memerlukan langkah intervensi yang berbeda dengan mereka yang tidak” ujar Trika Adi Ana.

Checklist ditujukan untuk guru dan orang tua yang sehari-hari mendampingi anak-anak.

Dengan bantuan checklist ini, mereka bisa mengenali gejala awal seperti kesulitan mengenali huruf dan kata, kesalahan membaca fonem, hingga hambatan memahami bacaan.

Sementara itu, kuisioner diperuntukkan bagi siswa yang mengalami kesulitan membaca, dan diisi dengan pendampingan guru yang telah dilatih secara khusus.

Instrumen ini juga memperhatikan penyebab disleksia, seperti faktor genetik dari ayah, riwayat kelahiran prematur, masalah pendengaran seperti glue ear, hingga teori cerebellar deficit hypothesis yang berkaitan dengan fungsi otak kecil.

Baca juga: Ratusan siswa di Buleleng tak bisa baca, Mu'ti: Murid alami disleksia

Menariknya, instrumen ini dirancang untuk diterapkan sebagai alat deteksi dini di tingkat sekolah dasar. Dengan deteksi yang lebih awal, guru dan orang tua dapat segera melakukan intervensi yang tepat dan terarah. Langkah ini diharapkan menjadi upaya preventif yang signifikan agar kasus siswa SMP yang belum bisa membaca tidak lagi terulang di masa depan.

"Semakin dini kita tahu, semakin cepat pula kita bisa membantu. Dengan intervensi yang dilakukan sejak dini, hasilnya pun bisa lebih efektif dan berdampak positif bagi masa depan anak-anak kita,” kata Trika.

Langkah ini tentu menjadi angin segar bagi dunia pendidikan di Buleleng dan sekitarnya. Harapannya, alat ini bisa menjadi jembatan untuk memahami siswa lebih baik, memberi mereka dukungan yang tepat, dan membuka jalan menuju pembelajaran yang lebih inklusif dan menyenangkan.

Baca juga: Dewan Pendidikan sebut ratusan siswa SMP di Buleleng tak bisa membaca

Selain itu, diharapkan nantinya Buleleng juga mampu menjadi pusat kajian disleksia yang selanjutnya menjadi pusat pengembangan solusi berbasis riset untuk pemecahan masalah literasi anak-anak.

Sehingga, kasus ratusan anak SMP yang belum bisa membaca tersebut bukanlah menjadi sebuah masalah yang semakin membesar namun menjadi sebuah tonggak perubahan yang membuat Buleleng sebagai Kota Pendidikan yang lebih inovatif dan solutif.

Pewarta: IMBA Purnomo/Rolandus Nampu
Editor: Bernadus Tokan
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |