UNDP: Kesenjangan pembiayaan jadi hambatan pemanfaatan karbon biru

7 hours ago 3

Jakarta (ANTARA) - Program Pembangunan PBB (UNDP) menyoroti kesenjangan terhadap akses pembiayaan untuk memanfaatkan potensi karbon biru di negara-negara ASEAN yang berdampak pada terhambatnya upaya restorasi ekosistem yang dapat secara maksimal menyerap karbon dioksida.

“Persoalan pembiayaan selalu menjadi tantangan. UNDP telah bekerja di kawasan ini untuk mempromosikan cara-cara inovatif dalam menggalang pendanaan, baik dari pasar maupun pemerintah,” kata Kepala Perwakilan UNDP Indonesia, Norimasa Shimomura dalam peluncuran ASEAN Blue Carbon and Finance Profiling (ABFC) di Jakarta, Rabu.

Norimasa menyampaikan bahwa ekosistem pesisir dan perairan tawar merupakan sekutu yang sangat tangguh dalam melawan perubahan iklim dengan menyerap karbon, namun masih belum dimanfaatkan sepenuhnya.

Sebagai contoh, lamun mampu menyerap karbon hingga 35 kali lebih cepat dibandingkan hutan hujan tropis. Lahan gambut bahkan menyimpan dua kali lebih banyak karbon dibandingkan seluruh hutan yang ada di dunia. Kawasan ASEAN menjadi rumah bagi sepertiga padang lamun dunia dan hampir 40 persen lahan gambut tropis yang telah teridentifikasi.

“Namun demikian, ekosistem ini menghadapi ancaman yang terus meningkat. Padang lamun yang rusak melepaskan emisi setara 3 persen dari deforestasi global, sementara lahan gambut yang terdegradasi menyumbang 4 persen dari emisi yang dihasilkan manusia secara global,” ucap Norimasa.

Oleh karena itu, UNDP menilai, kesenjangan terhadap akses pembiayaan dalam merestorasi ekosistem pendukung karbon biru, harus segera diatasi dengan mengadopsi pendekatan pembiayaan iklim yang inovatif.

Hal itulah yang kemudian menjadi alasan peluncuran ASEAN Blue Carbon and Finance Profiling (ABFC) yang didukung oleh Pemerintah Jepang dan dukungan kuat dari ASEAN Coordinating Task Force on Blue Economy.

Norimasa menuturkan bahwa UNDP akan bekerja bersama para mitra dalam beberapa tahun ke depan dalam pengembangan Blue Carbon Profile untuk mengungkap potensi karbon biru di wilayah ASEAN, menggunakan ilmu pengetahuan terbaik, teknologi bersertifikasi, dan penilaian lapangan.

“Kedua, kami akan menyusun Blue Finance Profile untuk membantu negara-negara ASEAN mengakses pembiayaan berkelanjutan guna mendukung konservasi dan memanfaatkan potensi karbon biru.

Blue Finance Profile, sebutnya, telah diimplementasikan UNDP di Indonesia, salah satunya dengan mendukung pemerintah menerbitkan blue bonds, obligasi hijau syariah, dan instrumen keuangan lainnya.

UNDP juga akan membentuk jaringan regional para ahli untuk memperkuat kolaborasi lintas negara dan membangun kapasitas jangka panjang, dengan memastikan partisipasi perempuan.

Hadir pada kesempatan yang sama, Wakil Sekretaris Jenderal ASEAN untuk Komunitas Ekonomi, Satvinder Singh mengatakan hutan mangrove, padang lamun, dan lahan basah pesisir, menyimpan sekitar 7,5 miliar metrik ton karbon secara global, dan Asia Tenggara menyumbang lebih dari 60 persen karbon biru tropis pesisir dunia.

Singh menilai, tanpa perlindungan dan pembiayaan strategis, dunia berisiko kehilangan salah satu sekutu alam paling kuat dalam memerangi perubahan iklim. Sehingga, menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan menjadi semakin penting.

“Proyek ABCF ini memberikan peluang nyata untuk menyelaraskan jalur pembangunan kita ke arah yang menghargai integritas ekologi, mendukung ketahanan iklim, dan memberdayakan masyarakat lokal sembari mendorong pertumbuhan ekonomi,” kata dia.

Baca juga: Jepang dukung pendanaan untuk ASEAN maksimalkan potensi karbon biru

Baca juga: KKP: Padang lamun ekosistem karbon biru siap diperdagangkan

Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Arie Novarina
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |