Jakarta (ANTARA) - Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI menegaskan bahwa negara-negara anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) memahami bahwa sentralitas ASEAN adalah kunci dalam menghadapi situasi global saat ini.
“Semua anggota ASEAN juga mendukung upaya diplomasi ASEAN yang semakin besar,” kata Direktur Jenderal Kerjasama ASEAN Kemlu RI Sidharto R. Suryodipuro dalam arahan pers di Jakarta, Rabu.
Hal itu terlihat saat ASEAN menanggapi kebijakan tarif dagang yang diberlakukan oleh Presiden AS Donald Trump.
Sidharto mengatakan bahwa ASEAN tidak melakukan tindakan balasan terhadap kebijakan AS tersebut, melainkan memutuskan untuk berdialog dengan AS menggunakan mekanisme yang ada seperti Perjanjian Kerangka Kerja Perdagangan dan Investasi (TIFA) dan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP).
Baca juga: RI jaga komunikasi dengan AS, ASEAN untuk respons tarif impor Trump
Dia mengatakan bahwa sudah menjadi tugas bersama negara anggota ASEAN untuk memfasilitasi berbagai proses-proses diplomatik tersebut dengan ASEAN sebagai pusatnya.
Karena itulah, semakin penting untuk negara-negara anggota ASEAN memikirkan bagaimana memperkuat ASEAN, terutama dalam pengelolaan masalah seperti yang terjadi di Myanmar.
Mengenai isu Myanmar, salah satu agenda utama Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN 2025 yang akan diselenggarakan pada 23-27 Mei 2025 di Malaysia adalah mendengarkan arahan dari Utusan Khusus Ketua ASEAN mengenai hal-hal yang sudah dilakukan dalam menyelesaikan isu Myanmar.
“Karena masalah Myanmar ini juga kalau dibiarkan berlarut-larut, … dampaknya yaitu kejahatan transnasional yang semakin meningkat,” ujar Sidharto.
Ketika ditanya tentang Konsensus Lima Poin (5PC), Sidharto mengatakan sampai sekarang belum ada usulan resmi untuk mengubah 5PC tersebut, menambahkan bahwa 5PC itu bersifat sangat umum dan merupakan sebuah proses, bukan tujuan.
Konsensus Lima Poin (5PC) merupakan kesepakatan yang disepakati para pemimpin ASEAN terkait isu Myanmar, yaitu menyerukan diakhirinya kekerasan segara, pengiriman bantuan kemanusiaan, dialog antara semua pihak, penunjukan utusan khusus untuk Myanmar dan keterlibatan langsung utusan tersebut dengan semua pemangku kepentingan.
“Indonesia sendiri, walaupun bukan ketua, bukan anggota Troika, juga terus melakukan upaya diplomasi lainnya dengan Myanmar,” tambah Sidharto.
Baca juga: Kemlu: Utusan Khusus untuk Myanmar yang berganti bukanlah masalah
Sidharto juga menyebutkan bahwa pejabat senior sudah melakukan pertemuan tingkat tinggi antara ASEAN dan China mengenai Kode Etik (Code of Conduct/CoC) di Kantor Pusat ASEAN di Jakarta pada Februari lalu.
Dia mengatakan batas waktu untuk menyelesaikan CoC adalah 2026, dan untuk mencapai batas waktu itu, akan diadakan tiga pertemuan tingkat pejabat senior dan lima negosiasi pada tingkat Joint Working Group (JWG).
Kode Etik (Code of Conduct/CoC) antara ASEAN dan China bertujuan untuk menetapkan kerangka kerja guna memastikan perdamaian di Laut China Selatan di mana klaim teritorial Beijing yang luas tumpang tindih dengan zona ekonomi eksklusif beberapa negara Asia Tenggara, termasuk Filipina dan Vietnam.
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN 2025 akan diadakan di Kuala Lumpur, Malaysia, pada 23-27 Mei 2025.
Beberapa rangkaian acara yang akan dilaksanakan selama KTT ASEAN 2025 adalah KTT ASEAN-Dewan Kerjasama Teluk (Gulf Cooperation Council/GCC) yang kedua dan KTT ASEAN-GCC-China yang pertama pada 26-27 Mei 2025.
Dewan Kerjasama Teluk (GCC) adalah organisasi regional yang dibentuk pada 1981 oleh enam negara Arab di Teluk Persia, yaitu Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Kuwait, Oman, Qatar dan Bahrain.
GCC bertujuan mempromosikan kerja sama di berbagai bidang, termasuk ekonomi, sosial dan politik, serta menjaga stabilitas dan keamanan di kawasan.
Baca juga: Kemlu: Kemitraan ekonomi ASEAN-GCC meluas secara signifikan
Pewarta: Cindy Frishanti Octavia
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2025