Jakarta (ANTARA) - Dalam konteks keagamaan di Indonesia, nama Yesus Kristus seringkali disebut sebagai Isa Al-Masih. Istilah ini lebih umum digunakan dalam tradisi Islam dan dikenal luas di kalangan masyarakat Muslim sebagai bagian dari kepercayaan terhadap nabi-nabi penting.
Meskipun merujuk pada sosok yang sama, penggunaan nama ini memiliki latar belakang historis dan linguistik yang menarik untuk dipahami. Perbedaan penyebutan ini mencerminkan perjalanan panjang interaksi budaya dan agama di kawasan Timur Tengah hingga Asia Tenggara.
Asal usul nama "Isa Al-Masih"
Nama "Yesus" berasal dari bahasa Ibrani "Yeshua" atau "Yehoshua", yang berarti "Tuhan adalah keselamatan". Dalam perkembangan selanjutnya, nama ini diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani menjadi "Iesous", yang kemudian diadopsi ke dalam bahasa Latin dan Inggris sebagai "Jesus", serta menjadi "Yesus" dalam bahasa Indonesia.
Sementara itu, dalam tradisi Islam, nama "Isa" digunakan untuk merujuk pada sosok yang sama. Al Quran menyebutnya sebagai "Isa bin Maryam" (Isa putra Maryam), menekankan asal-usulnya dari ibunya, Maryam, tanpa menyebut ayah biologis, yang sejalan dengan keyakinan akan kelahiran perawan.
Baca juga: Ini bedanya hari Paskah dan Kenaikan Isa Almasih bagi umat Kristiani
Isa dalam Al Quran juga diberi gelar "Al-Masih", yang berarti "Yang Diurapi" atau "Mesias". Gelar ini sepadan dengan kata "Kristus" dalam tradisi Kristen, yang memiliki makna serupa. Meskipun terdapat perbedaan dalam narasi dan ajaran, penggunaan gelar ini mencerminkan adanya titik temu antara kedua tradisi.
Penggunaan nama "Isa Al-Masih" di Indonesia
Di Indonesia, penggunaan nama "Isa Al-Masih" telah berlangsung sejak masa penjajahan Belanda. Pada masa itu, para misionaris Belanda yang menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Melayu memilih menggunakan nama ini untuk mempermudah pemahaman masyarakat Muslim setempat. Hal ini karena nama "Isa" lebih dikenal dan akrab di kalangan Muslim dibandingkan dengan "Yesus".
Salah satu contoh awal penggunaan nama tersebut dapat ditemukan dalam terjemahan Alkitab berbahasa Melayu yang diterbitkan di Amsterdam pada tahun 1901. Dalam terjemahan ini, nama "Isa Al-Masih" digunakan secara konsisten untuk merujuk pada Yesus Kristus, mencerminkan upaya adaptasi linguistik dan kultural agar pesan Injil lebih mudah diterima oleh pembaca lokal.
Perubahan nomenklatur hari libur nasional
Pada tahun 2024, pemerintah Indonesia resmi mengubah nomenklatur hari libur nasional dari "Kenaikan Isa Al-Masih" menjadi "Kenaikan Yesus Kristus". Perubahan ini dilakukan atas usulan umat Kristen dan Katolik agar penamaan hari libur tersebut lebih sesuai dengan keyakinan teologis mereka.
Meskipun “Yesus Kristus” dan “Isa Al-Masih” merujuk pada sosok yang sama, perbedaan penggunaan nama ini mencerminkan latar belakang budaya, linguistik, dan keyakinan agama yang berbeda. Nama “Yesus Kristus” umumnya digunakan dalam tradisi Kristen berbahasa Barat, sedangkan “Isa Al-Masih” lebih akrab di kalangan masyarakat Muslim.
Di Indonesia, penggunaan istilah “Isa Al-Masih” merupakan hasil adaptasi budaya dan upaya untuk menjembatani pemahaman antara komunitas Muslim dan Kristen. Dengan mengenali sejarah dan konteks linguistiknya, diharapkan masyarakat dapat saling menghargai perbedaan sekaligus merayakan kesamaan dalam tradisi keagamaan.
Baca juga: Begini cara 6 negara ini merayakan Kenaikan Isa Almasih
Baca juga: 8 tradisi umat kristen saat peringati hari Kenaikan Isa Almasih
Pewarta: M. Hilal Eka Saputra Harahap
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025