Natuna (ANTARA) - Di kawasan Laut Natura Utara, kehidupan nelayan selalu menjadi kisah yang tidak pernah bosan untuk dibagikan.
Setiap pagi, ketika matahari terbit perlahan, suara mesin kapal kecil mulai terdengar, menandai awal perjuangan baru bagi mereka yang menggantungkan hidup pada laut. Para nelayan berangkat dengan harapan dan doa.
Laut tampak tenang, tetapi menyimpan banyak kemungkinan. Di Natuna Utara, ombak dapat tiba-tiba meninggi, angin berubah ganas, dan langit gelap hanya dalam hitungan menit.
Kabupaten Natuna merupakan bagian dari Provinsi Kepulauan Riau. Kabupaten itu jaraknya 566 km di sebelah timur laut dari Batam. Posisinya berada di lautan luas di utara Pontianak, Kalimantan Barat. Natuna menjadi daerah terluar Indonesia yang berbatasan dengan Malaysia dan kawasan Indochina
Bagi nelayan, laut adalah ruang hidup. Di sanalah mereka mencari nafkah, membesarkan anak, dan menjaga martabat keluarga. Laut menjadi sahabat yang setia sekaligus ujian yang tidak pernah berhenti.
Karena kehidupan pesisir yang keras, pemerintah menetapkan nelayan sebagai kelompok rentan yang membutuhkan perlindungan sosial. BPJS Ketenagakerjaan hadir sebagai jaring pengaman ketika musibah datang tanpa bisa dicegah.
Di Natuna, ada 4.361 nelayan menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan dengan iuran yang seluruhnya ditanggung Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau. Di balik angka itu, ada keluarga dan kisah-kisah yang jarang terdengar.
Salah satunya adalah kisah Suliati, perempuan paruh baya dari Kecamatan Subi. Ia kini menjalani hidup sebagai janda nelayan yang bertahun-tahun berjuang mencari nafkah di laut.
Suaminya, Ali Wardana yang juga paruh baya, dikenal sebagai nelayan sederhana. Kapalnya kecil dengan alat tangkap seadanya. Ia jarang berbicara, tetapi semua mengenalnya sebagai pekerja keras yang selalu berusaha membawa pulang rezeki untuk keluarganya.
Namun hidup tak selalu berjalan sesuai harapan. Bukan badai yang merenggut nyawanya, melainkan penyakit paru-paru yang perlahan melemahkan tubuhnya. Sembilan bulan ia menjalani pengobatan di RSUD Natuna dan layanan kesehatan lain demi melawan rasa sakit.
Selama itu, Suliati berjuang keras menjaga dapur tetap mengepul. Penghasilan suaminya berhenti total. Tabungan habis dalam waktu singkat, dan dirinya tidak bisa mencari nafkah karena harus merawat suami. Akhirnya kondisi memaksa untuk meminjam uang ke tetangga dan kerabat.
Utang terus menumpuk, sementara perawatan harus tetap dijalani. Ketika sang suami akhirnya mengembuskan napas terakhir, kesedihan yang menimpa Suliati terasa begitu berat. Ia kehilangan pasangan hidup dan sandaran ekonomi keluarga.
Hari-harinya dipenuhi rasa kebingungan. Ia merasa berjalan tanpa arah, tidak tahu bagaimana melanjutkan hidup, terutama dengan beban utang yang harus diselesaikan. Namun harapan datang dari tempat yang tak ia duga.
Editor: Sapto Heru Purnomojoyo
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































