Jakarta (ANTARA) - Komnas HAM RI mendorong agar pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengedepankan tiga prinsip kunci partisipasi publik, yakni memenuhi hak untuk didengar, dipertimbangkan, dan mendapatkan penjelasan.
“Komnas HAM meminta agar [pembahasan] RUU KUHAP dilakukan secara partisipatif untuk mendorong pendekatan hukum acara yang menjunjung prinsip keadilan substantif, perlindungan terhadap kelompok rentan, dan penghormatan terhadap HAM,” kata Anggota Komnas HAM RI Atnike Nova Sigiro dalam keterangannya di Jakarta, Senin.
Dia menjelaskan hak untuk didengar merupakan hak publik untuk memiliki kesempatan menyampaikan pendapat secara bebas dan efektif dalam pengambilan keputusan. Hal ini dapat dilakukan melalui rapat dengar pendapat, konsultasi, atau forum diskusi RUU KUHAP secara terbuka.
Sementara itu, hak untuk dipertimbangkan merupakan hak publik agar masukan dan pendapat yang disampaikan mengenai RUU dimaksud dapat dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan.
“Sehingga masukan dan pendapat ini tidak hanya didengar namun dianalisis dan dipertimbangkan dalam muatan kebijakan,” kata Atnike.
Adapun hak untuk mendapatkan penjelasan meliputi perlunya publik mendapatkan penjelasan secara terang dan transparan tentang kebijakan atau keputusan yang diambil, terlebih jika keputusan tersebut berbeda dengan masukan dan pendapat yang disampaikan.
Untuk itu, Komnas HAM mengajak seluruh elemen masyarakat secara aktif memberikan masukan dan ikut mengawal proses pembaruan KUHAP demi mewujudkan sistem hukum yang lebih berpihak pada keadilan dan kemanusiaan yang berperspektif HAM.
“Partisipasi publik dan sinergi antarlembaga menjadi kunci utama dalam memastikan terwujudnya sistem hukum acara pidana yang lebih humanis dan berkeadilan,” ucap Atnike.
Lebih lanjut Komnas HAM menyambut baik rencana DPR untuk membahas RUU KUHAP dengan tidak tergesa-gesa. Pembahasan dengan waktu yang memadai diharapkan dapat menjadi momentum DPR menerima masukan dari masyarakat sipil, akademisi, praktisi hukum, dan lembaga negara lainnya.
Menurut Atnike, masukan dari berbagai pihak diperlukan guna memastikan pembaruan KUHAP benar-benar menjawab kebutuhan keadilan masyarakat serta menjamin penghormatan terhadap hak-hak tersangka, terdakwa, korban, dan seluruh pihak dalam peradilan pidana.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir mengatakan bahwa pembahasan RUU KUHAP yang bergulir di parlemen tidak akan dilakukan secara terburu-buru.
"Saya rasa tidak terlalu lama, tapi juga tidak akan terburu-buru. Ya, kita lihatlah dalam periode sekarang ini," kata Adies di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (16/4).
Menurut dia, pembahasan RUU KUHAP yang bergulir di DPR RI saat ini masih pada tahapan proses rapat dengar pendapat dengan sejumlah elemen masyarakat. Dia juga memastikan pembahasan sedapat mungkin dilakukan dengan mendengarkan masukan dan aspirasi masyarakat.
Pewarta: Fath Putra Mulya
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2025