Batam (ANTARA) - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) bersama Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau memberi atensi khusus untuk pemberdayaan dan perlindungan pekerja migran Indonesia (PMI), khususnya sektor caregiver, yang menjadi kebutuhan tinggi di Singapura dan Malaysia.
Wakil Menteri PPPA Veronica Tan menyampaikan bahwa kasus-kasus caregiver atau pengasuh nonprosedural menunjukkan adanya celah regulasi lintas negara serta hambatan proses di dalam negeri.
“Di Singapura, direct hiring memungkinkan tanpa melalui P3MI (Perusahaan Penempatan PMI). Proses visa di sana hanya tiga sampai tujuh hari, sementara di Indonesia alurnya bisa berbulan-bulan. Celah seperti ini dimanfaatkan pihak-pihak yang menjanjikan keberangkatan cepat tanpa modal, tetapi akhirnya semua biaya dibebankan ke pekerja dengan potongan gaji hingga 7-13 bulan,” ujarnya di Batam, Jumat.
Hal ini disampaikan saat ia memberi sambutan di rangkaian kegiatan kampanye 24 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak di Batam.
Veronica menambahkan bahwa dalam banyak kasus, caregiver bersertifikat justru diberangkatkan menggunakan visa domestic worker, (pekerja rumah tangga) bukan skilled worker (pekerja terampil).
Baca juga: Menteri PPPA: Medsos sebabkan orang tua sulit terapkan pola asuh anak
Ia menyebut hal ini sebagai salah satu sumber kerentanan dan kekerasan yang dialami PMI perempuan.
“Kesenjangan antara kebutuhan pasar dengan kesiapan sistem kita membuat banyak pekerja terseret jalur non prosedural. Karena itu sejak Mei, kami bekerja sama dengan KBRI Singapura, Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI), dan Balai Tenaga Kerja untuk membuka rekrutmen caregiver secara prosedural,” katanya.
Upaya itu kini memasuki tahap baru, katanya, pada 3 Desember mendatang, gelombang pertama calon caregiver akan mulai mengikuti pelatihan resmi di Balai Tenaga Kerja Pusat di Bekasi.
“Tugas kita memastikan mekanisme ini berjalan dan mengawasi P3MI yang tidak patuh. Kalau ada indikasi negatif, itu harus segera ditindak,” tambah Veronica.
Asisten III Pemprov Kepri Misni menegaskan bahwa daerah juga mengambil langkah akseleratif untuk mempersiapkan tenaga pengasuh.
“Kebutuhan pasar di Singapura dan Malaysia sangat besar, termasuk untuk caregiver laki-laki dan perempuan dari Kepri. Kami memperkuat pendidikan di sekolah tinggi kesehatan (STIKes), dan sedang menjajaki kelas akselerasi dengan BLK (Balai Latihan Kerja) Batam dan Dinas Tenaga Kerja,” ujarnya.
Misni juga menyebutkan bahwa sepanjang tahun lalu tercatat 125 hingga 139 kasus kekerasan, dengan trafficking serta kekerasan fisik dan psikis sebagai laporan terbanyak.
“Kami yakin banyak yang belum berani speak up, sehingga perlindungan di hulu dan hilir harus sama kuat,” katanya.
Menutup pernyataannya, Wamen Veronica menegaskan bahwa isu caregiver bukan hanya soal kebutuhan pasar, tetapi soal memastikan pekerja perempuan mendapat jalur yang aman dan manusiawi.
Menutup sambutannya, ia tutut menegaskan pentingnya kolaborasi dalam mengawasi P3MI yang bermasalah.
“Kalau ada unsur negatif, harus segera ditindak. Jangan pernah lelah mencari solusi supaya kita tidak kembali melihat perempuan dan anak menjadi korban,” katanya.
Baca juga: Menteri P2MI sebut UPR mitra penting penguatan SDM di Kalteng
Pewarta: Amandine Nadja
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































