Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan RI memperluas upaya deteksi dini gangguan tiroid melalui program percontohan skrining di tujuh wilayah yang memiliki prevalensi tinggi Bersama PT Merck Tbk (Merck).
Wakil Menteri Kesehatan RI Dante Saksono Harbuwono dalam keterangan Merck di Jakarta, Senin, menjelaskan bahwa gangguan tiroid kerap tidak terdiagnosis hingga menimbulkan komplikasi serius.
“Deteksi dini menjadi langkah krusial untuk mencegah dampak yang lebih berat. Kolaborasi lintas sektor menjadi penting untuk memperluas layanan di tingkat primer,” ujarnya.
Baca juga: Penggunaan obat tiroid berkaitan dengan kehilangan tulang
Program ini menargetkan 80 ribu pemeriksaan hormon tiroid (Thyroid Stimulating Hormone/TSH) di sejumlah puskesmas, sebagai bagian dari strategi pencegahan penyakit tidak menular.
Gangguan tiroid, terutama hipotiroidisme, masih menjadi masalah kesehatan tersembunyi. Di kawasan Asia Pasifik, prevalensinya mencapai sekitar 11 persen pada populasi dewasa, jauh lebih tinggi dari angka global yang berkisar 2–4 persen.
Pemeriksaan TSH akan difokuskan di Deli Serdang, Jakarta, Malang, Makassar, Medan, Cirebon, dan Surabaya. Selain menyediakan tes, program ini juga dilengkapi dengan logistik pemeriksaan, seperti peralatan diagnostik, bahan medis habis pakai, serta pelatihan untuk tenaga kesehatan.
Ketua Klaster Metabolic Disorder, Cardiovascular and Aging IMERI FK Universitas Indonesia (UI) dr. Dicky L. Tahapary, Sp.PD-KEMD, Ph.D., menyebutkan bahwa data hasil skrining ini akan digunakan untuk membentuk registry nasional pasien tiroid.
“Dengan data berbasis bukti, kita bisa menyusun kebijakan yang lebih tepat sasaran dan mendukung pencegahan penyakit secara terstruktur,” ujarnya.
Sementara itu, Presiden Direktur PT Merck Tbk, Evie Yulin menambahkan bahwa Merck percaya bahwa tes tiroid sederhana dalam Program Deteksi Dini Gangguan Tiroid ini bisa menjadi cara untuk menolong jutaan pasien yang belum terdiagnosis.
Merck memiliki semangat untuk terus menjadi mitra strategis pemerintah dalam meningkatkan kesadaran dan deteksi dini bagi masyarakat Indonesia. Dukungan ini juga sejalan dengan Manifesto Tiroid Merck, sebuah ajakan pemeriksaan gangguan tiroid skala besar untuk mendiagnosis lebih dari 50 juta orang yang hidup dengan hipotiroidisme pada tahun 2030.
Baca juga: Wamenkes: Hipotiroid kongenital berujung pada penurunan kecerdasan
Baca juga: Merck apresiasi pemerintah Indonesia antisipasi hipotiroid kongenital
Langkah ini juga melibatkan komunitas pasien, termasuk Pita Tosca, yakni organisasi pejuang tiroid di Indonesia. Pendiri sekaligus ketua Pita Tosca, Astriani Dwi Aryaningtyas, menekankan pentingnya akses diagnosis dan pengobatan yang merata.
“Gangguan tiroid sering kali tidak terlihat secara fisik, namun dampaknya sangat besar terhadap kualitas hidup. Kami berharap skrining ini menjadi pintu masuk untuk layanan yang lebih inklusif,” katanya.
Sebagai bagian dari pendekatan jangka panjang, hasil program ini juga akan dirangkum dalam laporan Thyroid Registry yang direncanakan terbit di jurnal internasional pada tahun ini. Laporan tersebut akan mendukung advokasi kesehatan tiroid Indonesia di forum global seperti World Health Assembly.
Pewarta: Ida Nurcahyani
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2025