Banjarbaru (ANTARA) - Saksi ahli forensik dari RSUD Banjarmasin, Kalimantan Selatan, dr Mia Yulia Fitrianti mengungkapkan cara yang dilakukan oknum TNI AL, terdakwa Kelasi Satu Jumran saat membunuh jurnalis asal Banjarbaru, Juwita (23).
“Penyebab fatal korban hingga meninggal adalah adanya tekanan (diduga pitingan) dengan tenaga kuat yang menyebabkan korban meninggal dalam waktu singkat,” kata Mia kepada majelis hakim di Ruang Sidang Antasari Pengadilan Militer I-06 Banjarmasin, Kota Banjarbaru, Senin.
Ia menjelaskan tekanan pada bagian leher korban itu dilakukan secara lembut namun dengan tekanan tenaga yang sangat kuat. Menurutnya pitingan itu dalam dua menit dapat menyebabkan aliran darah dan pernapasan seseorang berhenti (meninggal).
“Korban mengalami tekanan di bagian pembuluh darah. Darah yang harusnya diantar ke atas (otak) tapi berhenti akibat tekanan kuat di leher. Sehingga terdapat luka berwarna ungu di bagian leher karena pembuluh darah pecah,” ujarnya.
Baca juga: Pengadilan periksa ahli forensik terkait oknum TNI AL bunuh jurnalis
Mia mengatakan jika tekanan di bagian leher itu dialami oleh atlet renang, kemungkinan bisa bertahan di atas lima menit baru meninggal, namun dalam hal ini korban bukan atlet maka hanya butuh waktu sekitar dua menit dapat menyebabkan korban meninggal.
Menurut dia, tekanan yang dilakukan terdakwa terhadap korban sangat kuat (memiting), karena temuan autopsi terdapat resapan darah sampai ke tulang belakang kepala.
Mia mengungkapkan dari hasil autopsi, setelah membuka kulit leher jasad korban, tekanan darah dominan berada di kanan leher bagian depan, lalu tulang penyangga lidah kanan patah, serta kerongkongan patah.
Temuan luka di bagian leher korban itu, kata dia, tidak ada sama sekali dugaan jeratan tali di leher, namun sebuah tekanan kuat oleh benda tumpul (diduga menggunakan tangan), suatu tekanan yang halus namun dengan kekuatan besar.
Kemudian, tekanan darah yang diduga disebabkan karena dipiting itu, dikuatkan dengan cekikan di bagian leher menggunakan tangan, namun cekikan ini dilakukan terdakwa untuk memastikan bahwa korban benar-benar meninggal.
Baca juga: Oknum TNI AL keluar kesatuan tanpa izin saat bunuh jurnalis di Kalsel
Lalu, dokter juga menemukan adanya tekanan kuku jari tangan di bagian leher korban, meski temuan membuktikan terdakwa mencekik korban, namun temuan tekanan kuku jari itu lebih mengarah pada jenis kuku korban.
Mia tidak menjelaskan secara rinci apakah temuan tekanan kuku itu adalah rekayasa terdakwa meletakkan kuku korban di leher korban, atau korban sedang berusaha melepaskan cekikan terdakwa. Mia hanya menyebutkan bahwa tekanan kuku itu lebih cocok dengan kuku korban.
“Kami pastikan bahwa luka yang dialami korban terjadi sebelum meninggal,” ungkapnya kepada majelis hakim.
Selain itu, dokter juga menemukan luka memar di bagian kepala namun tidak parah dan luka ini tidak berpengaruh besar hingga menyebabkan korban meninggal, jika melihat kondisi memar di kepala berdasarkan hasil autopsi. Tekanan bagian leher lebih dominan yang menyebabkan korban meninggal dunia.
“Atas temuan dalam autopsi inilah kami berkoordinasi dengan penyidik, kira-kira apakah ada pelaku yang dicurigai merupakan olahragawan. Dan penyidik melaksanakan kewenangan dengan bantuan hasil autopsi,” ujar Mia.
Baca juga: Odmil: Prajurit TNI AL bantu terdakwa pembunuhan jurnalis Kalsel
Setelah memeriksa saksi ahli forensik, pengadilan kembali memeriksa dua saksi tambahan yang mengetahui terdakwa meninggalkan bukti kendaraan mobil usai menghabisi nyawa korban. Selanjutnya, majelis hakim mengagendakan sidang lanjutan pada Selasa (20/5) dalam agenda pemeriksaan terdakwa.
Diketahui, peristiwa pembunuhan jurnalis Juwita, terjadi di Jalan Trans Gunung Kupang, Kelurahan Cempaka, Kecamatan Cempaka, Kota Banjarbaru, dan jasadnya ditemukan warga tergeletak di tepi jalan bersama sepeda motor miliknya yang kemudian muncul dugaan menjadi korban kecelakaan tunggal.
Korban bernama Juwita (23) bekerja sebagai jurnalis media dalam jaringan (daring) lokal di Banjarbaru dan telah mengantongi uji kompetensi wartawan (UKW) dengan kualifikasi wartawan muda.
Warga yang menemukan pertama kali justru tidak melihat tanda-tanda korban mengalami kecelakaan lalu lintas. Di bagian leher korban terdapat sejumlah luka lebam, dan kerabat korban juga menyebut ponsel milik Juwita tidak ditemukan di lokasi.

Pewarta: Tumpal Andani Aritonang
Editor: Rangga Pandu Asmara Jingga
Copyright © ANTARA 2025