Jakarta (ANTARA) - Komisi Informasi (KI) Provinsi DKI Jakarta telah melakukan sosialisasi masif hingga tingkat RT/RW di Jakarta untuk meningkatkan literasi keterbukaan informasi.
Hingga saat ini sudah ada 829 badan publik mengikuti Monitoring dan Evaluasi (Monev) yang dilakukan oleh KI DKI Jakarta.
"Tujuan terpenting kami adalah menyadarkan masyarakat agar memanfaatkan UU KIP dengan benar," kata Wakil Ketua KI DKI Jakarta, Luqman Hakim Arifin di Jakarta, Kamis, saat menerima kunjungan dari DPRD Bangka Belitung.
KI DKI juga mengembangkan sejumlah inovasi seperti labeling zona informatif yang membuat banyak badan publik berlomba meningkatkan kualitas penyediaan informasi.
Sejak lahirnya UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), KI DKI Jakarta berdiri pada 2012 dan telah mendorong partisipasi badan publik secara progresif.
Baca juga: Predikat informatif badan publik bukan pajangan tapi komitmen
Hingga 2024, hampir 829 badan publik di DKI telah mengikuti Monev dengan hampir 200 badan publik meraih predikat informatif," ujarnya.
Luqman menerima langsung rombongan yang menyampaikan apresiasi atas kehadiran Komisi 1 DPRD Provinsi Bangka Belitung (Babel).
Dalam dialog, DPRD Babel menanyakan bagaimana KI DKI Jakarta menangani pemohon informasi yang berulang atau memanfaatkan UU KIP untuk kepentingan tertentu.
Luqman menjelaskan bahwa UU KIP mengatur peran aktor baik warga sebagai pemohon maupun badan publik sebagai penyedia informasi. Dalam beberapa kasus, terdapat pemohon yang dianggap tidak sungguh-sungguh meminta informasi.
"Ada pasal yang mengatur kesungguhan pemohon sesuai Peraturan Komisi Informasi Pasal 4. Majelis komisioner dapat memutus bahwa pemohon tidak sungguh-sungguh jika permintaan informasinya tidak sesuai tujuan," katanya.
Baca juga: KI DKI ungkap kanal informasi sekolah yang belum terverifikasi
Meski demikian, kata dia, beberapa badan publik justru terdorong berbenah karena adanya permintaan informasi dari warga.
Ketua Bidang Penyelesaian Sengketa Informasi (PSI) KI DKI Jakarta, Agus Wijayanto menjelaskan perkembangan jumlah sengketa informasi di Jakarta. "Pada 2022 terdapat 16 register sengketa; jumlah ini meningkat pada 2023 dan 2024 seiring masifnya sosialisasi dan Monev," katanya.
KI DKI Jakarta juga rutin melakukan visitasi kepada badan publik sehingga meningkatkan kesadaran mereka terhadap keterbukaan informasi.
Agus menekankan bahwa UU KIP ini diciptakan bukan untuk transaksi. Namun muncul juga “penumpang gelap”, yaitu pihak yang memanfaatkan momentum badan publik saat berbenah dengan mengajukan permintaan informasi untuk tujuan tertentu.
Baca juga: Komisi Informasi DKI pantau verifikasi E-Monev agar tepat waktu
Menurut Agus, KI DKI mengantisipasi hal ini dengan menganalisis dan menggabungkan permohonan yang sama serta menerapkan pasal yang relevan.
Selanjutnya, Ketua Bidang Edukasi, Sosialisasi dan Advokasi (ESA) KI DKI Jakarta, Ferid Nugroho memaparkan beberapa kasus sengketa yang melibatkan LSM yang mengajukan permintaan berulang.
KI DKI bekerjasama dengan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) untuk memetakan motif dan memastikan proses tetap sesuai aturan.
Ketua Kelembagaan KI DKI Jakarta, Aang Muhdi Gozali menekankan pentingnya kolaborasi berkelanjutan antara KI, pemerintah daerah dan DPRD. Ketika sosialisasi berjalan masif, permintaan informasi meningkat.
Baca juga: KI DKI tambah batas waktu SAQ E-Monev untuk tingkatkan kepatuhan
Meski jumlah sengketa menurun, namun kualitas permohonan informasi menjadi lebih spesifik terkait kebutuhan kelompok atau individu.
Ia menegaskan bahwa komitmen dari pemerintah provinsi, dukungan regulasi seperti pembaruan peraturan gubernur (gergub), penyediaan informasi terkait pengadaan barang/jasa secara berkala serta pengawasan DPRD merupakan kunci keberhasilan keterbukaan informasi.
Ketua Komisi I DPRD Babel, Pahlevi menyampaikan bahwa keterbukaan informasi di Bangka Belitung belum berjalan optimal.
Dia akui selama ini belum maksimal mendukung pelaksanaan KIP. "Kami ingin mempelajari bagaimana DKI Jakarta menangani sengketa informasi, terutama kasus pemohon berulang, agar dapat kami terapkan di daerah," katanya.
Pewarta: Khaerul Izan
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































