Jakarta (ANTARA) - Ketika berbicara tentang masa depan Indonesia, sama artinya dengan mempertanyakan seberapa kuat ketahanan generasi mudanya dalam menghadapi tekanan ekonomi yang kian kompleks dari tahun ke tahun.
Tantangan yang muncul tidak semakin ringan. IMF telah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global hanya 2,8 hingga 3,2 persen, dan ekonomi Indonesia pun ikut terdampak dengan pertumbuhan triwulan I yang berada di angka 4,87 persen. Konsumsi rumah tangga sebagai penopang utama ekonomi nasional melambat di 4,89 persen.
Angka-angka tersebut bukan hanya rangkuman statistik, tetapi kenyataan yang membentuk ritme pengeluaran keluarga, kestabilan ekonomi rumah tangga, dan kemampuan mahasiswa menjaga fokus belajar di tengah tekanan biaya hidup yang meningkat.
Pada titik inilah penulis melihat bahwa ketahanan finansial mahasiswa bukan lagi isu kesejahteraan semata, tetapi bagian dari agenda strategis nasional yang membutuhkan cara pandang baru mengenai manajemen risiko.
Mahasiswa sebagai bagian dari generasi muda terdidik berdiri di persimpangan yang rumit. Mereka menghadapi perubahan pasar kerja yang bergerak cepat, kompetisi global yang semakin ketat, dan biaya hidup yang terus merangkak naik.
Namun pada saat yang sama, mereka berada pada fase hidup yang paling terbatas pengalamannya dalam mengelola risiko finansial.
Tidak sedikit mahasiswa yang masih beranggapan bahwa perencanaan keuangan hanya relevan bagi mereka yang sudah bekerja atau memiliki pendapatan tetap.
Pola pikir seperti ini perlu dipertanyakan kembali. Ketidakpastian masa depan tidak menunggu seseorang mendapatkan pekerjaan untuk mulai berdampak.
Risiko kesehatan, risiko finansial, hingga terhambatnya kesempatan belajar bisa hadir kapan saja, dan justru mereka yang berpendapatan minim berada pada titik paling rentan.
Inilah alasan penulis yakini bahwa literasi keuangan tidak cukup dipahami sebagai kemampuan menyusun anggaran, melainkan sebagai kemampuan membaca dan memahami risiko hidup.
Cara pandang seperti ini penting agar mahasiswa tidak hanya berfokus menekan pengeluaran, tetapi juga mengetahui bagaimana membangun perlindungan bagi diri sendiri sejak dini. Dalam konteks tersebut, asuransi jiwa syariah menjadi relevan bagi generasi muda.
Prinsip tolong-menolong, keadilan, dan transparansi yang menjadi fondasi asuransi syariah tidak hanya sejalan dengan nilai banyak keluarga Indonesia, tetapi juga menawarkan mekanisme mitigasi risiko yang inklusif bagi mereka yang baru mulai menata masa depan finansialnya.
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































