Jakarta (ANTARA) - Lembaga penelitian dan advokasi kebijakan The Prakarsa memberikan lima rekomendasi untuk meningkatkan mutu jaminan kesehatan semesta (Universal HealthCare/UHC) agar cakupannya yang luas juga dibarengi dengan kualitas yang baik.
Adapun menurut Direktur Utama (Dirut) BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti, cakupan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melebihi 98 persen, bahkan mencapai 99 persen.
Dalam kesempatan yang sama, Peneliti The Prakarsa Bintang Aulia Lutfi di Jakarta, Senin, mengatakan pada 2024 indeks UHC Indonesia mencapai 63, lebih rendah dari skor yang dicatatkan oleh WHO pada 2023 yakni 67.
Terdapat sejumlah indikator yang menjadi penilaian UHC oleh Prakarsa, yakni Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), penyakit menular, penyakit tidak menular, serta akses dan kapasitas layanan kesehatan. Adapun dari keempat indikator, tiga menunjukkan peningkatan, namun KIA mengalami penurunan, dari yang awalnya 65 menjadi 52.
Baca juga: Menkes kuatkan JKN melalui regulasi, pendekatan promotif preventif
Selain itu pihaknya juga melakukan perhitungan pengeluaran katastropik serta insiden pemiskinan akibat pengeluaran biaya kesehatan mandiri (out of pocket).
Bintang menyebutkan UHC adalah kondisi ketika semua orang dan komunitas dapat memperoleh layanan kesehatan yang dibutuhkan tanpa mengalami kesulitan finansial.
Untuk mencapai kondisi tersebut, pihaknya merekomendasikan lima hal. Pertama, menetapkan layanan preventif seperti skrining serviks, skrining penyakit tidak menular, dan deteksi dini gangguan mental sebagai kewajiban APBD dan APBN.
Menurutnya, pendanaan tetap dari pemerintah, bukan bergantung pada mekanisme klaim JKN, memungkinkan perluasan cakupan skrining secara sistematis dan konsisten, terutama di provinsi dengan performa rendah.
Baca juga: Menko sebut perlunya peningkatan inovasi guna tingkatkan kualitas JKN
"Dengan demikian layanan preventif menjadi fungsi publik inti yang memiliki standar mutu, target capaian tahunan, dan sistem pelaporan yang dapat dipantau secara nasional," katanya.
Kedua, mengembangkan bantuan sosial kesehatan untuk mengurangi beban non-medis rumah tangga. Hal tersebut karena pengeluaran non-medis seperti transportasi, biaya pendampingan pasien, dan akomodasi masih menjadi komponen yang signifikan dalam out-of-pocket, terutama bagi masyarakat di wilayah terpencil.
"Skema ini akan mengurangi beban finansial yang tidak dicakup JKN, menurunkan risiko pemiskinan akibat biaya kesehatan, serta membantu kelompok miskin dan near-poor mengakses layanan tanpa hambatan geografis maupun logistik," katanya.
Ketiga, pembentukan dana kesehatan daerah untuk kelompok hampir miskin guna melindungi kelompok non-PBI yang berada dalam posisi rentan. "Kelompok near-poor seringkali memiliki risiko pemiskinan tinggi akibat biaya kesehatan namun tidak memenuhi syarat untuk subsidi penuh JKN," ucap Bintang.
Keempat, mengintegrasikan indeks UHC sebagai indikator kinerja wajib dalam evaluasi pemenuhan standar pelayanan minimum bidang kesehatan.
Baca juga: Menkes ingatkan perlunya peningkatan akses kesehatan untuk cakupan UHC
Menurutnya, integrasi ini penting karena peningkatan kepesertaan JKN terbukti tidak otomatis menaikkan skor UHC, terutama di provinsi dengan kesenjangan layanan seperti Papua, Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Maluku.
Dengan menautkan capaian SPM ke Indeks UHC, katanya, pemerintah pusat dapat memastikan setiap daerah tidak hanya memenuhi standar minimum secara formal, tetapi juga menunjukkan peningkatan kualitas layanan yang nyata menuju target nasional 2030.
Kelima, perlunya reformulasi transfer APBN-APBD untuk mendorong peningkatan capaian UHC daerah.
"Skema ini memberi ruang bagi daerah untuk mengatasi hambatan struktural seperti keterbatasan akses geografis, tingginya biaya transportasi kesehatan, kekurangan tenaga kesehatan, serta ketidakstabilan ketersediaan ORS, vaksin, dan obat esensial," kata Bintang.
Akuntabilitas dilakukan berbasis perubahan dimensi UHC, bukan kepatuhan belanja, sehingga mendorong intervensi yang paling berdampak pada peningkatan akses layanan dan penurunan pengeluaran langsung masyarakat menuju target UHC 2030.
Baca juga: DPR ingatkan perhatikan akses dan layanan dalam KRIS guna capai UHC
Pewarta: Mecca Yumna Ning Prisie
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

















































