Komnas Perempuan rilis kertas kerja kuatkan pendataan cegah femisida

2 weeks ago 8

Jakarta (ANTARA) - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) meluncurkan Kertas Kerja Penguatan Pendataan Femisida untuk membuat standar dokumentasi, data statistik, dan identifikasi risiko guna mencegah agar kekerasan berbasis gender (KBG) tidak bereskalasi menjadi femisida.

Komisioner Komnas Perempuan Chatarina Pancer Istiyani menjelaskan, femisida merupakan pembunuhan terhadap perempuan yang dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung, karena jenis kelamin atau gendernya, yang didorong superioritas, dominasi, hegemoni, agresi, maupun misogini, serta rasa memiliki perempuan, ketimpangan relasi kuasa dan kepuasan sadistik.

Kertas kerja itu, katanya, juga diluncurkan sebagai upaya penanganan dan pemulihan keluarga korban. Chatarina mengatakan di Jakarta, Senin, Meski meskipun ada kemajuan dalam norma dan standar, investigasi femisida masih kurang baik, bahkan di seluruh dunia. Oleh karena itu,

"Keterlambatan, ketidakaktifan, kelalaian, inkompetensi dan pengumpulan data yang serampangan, salah urus dan pengabaian bukti kontekstual dan fisik, ditambah dengan ketergantungan yang berlebihan pada kesaksian, dan kurangnya rasa hormat terhadap korban," kata Chatarina.

Dia menjelaskan, rasa tidak hormat terhadap korban sering terlihat dari cara media menggambarkan atau framing, yang lebih menyoroti identitas korban dan menyematkan berbagai sebutan, seperti pekerja seksual atau janda.

Dia menjabarkan sejumlah tantangan dalam membangun basis data guna pencegahan femisida, antara lain perbedaan akses data yang tersedia di berbagai instansi, kurangnya konsolidasi data dengan lembaga-lembaga lain, data yang tidak lengkap dan tidak terpilah gender.

Baca juga: Kasus femisida di Cisauk, ILRC minta hak korban dan keluarga dipenuhi

Selain itu, data kuantitatif sering tidak menunjukkan situasi dan risiko femisida, dan bekerja dengan data berupa angka dan statistik dapat menimbulkan dampak emosional, bahkan dalam kondisi tertentu terputusnya hubungan dengan korban.

Berdasarkan peta jalan dokumentasi dan kerangka kerja statistik pendataan femisida oleh United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC), katanya, terdapat tiga hal yang perlu dilakukan, katanya, yakni persiapan, meliputi identifikasi dan koordinasi dengan pemangku kepentingan, seperti ahli statistik, hukum, dan teknologi informasi, serta menyediakaan kebutuhan pendataan.

Kemudian, kata Chatarina, implementasi, yang meliputi metode kerangka kerja statistik tingkat nasional, mengembangkan kapasitas teknis penggunaan dan pemeliharan data dan prosedur, serta integrasi kerangka kerja dalam pengumpulan fakta agar variabel konsisten.

"Selanjutnya, penyebaran dan penggunaan data berkelanjutan. Ini ada tiga hal juga. Yang pertama, mempublikasikan laporan berbasis data secara berkala dengan mempertimbangkan keterbukaan data dan kerahasiaan identitas korban," katanya.

Kemudian, menggunakan data untuk menyusun rencana aksi nasional, alokasi sumber daya, dan target intervensi femisida, serta melakukan evaluasi kerja dan memastikan pendanaan yang stabil dan berkelanjutan.

"Komnas Perempuan merekomendasikan terutama kepada Badan Pusat Statistik agar proaktif dan terbuka untuk meng-input data yang ada di forum pengada layanan yang mempunyai data langsung kepada korban," katanya.

Selain itu, pihaknya juga merekomendasikan sistem pendataan yang terintegrasi antara Unit Pelaksana Teknis Perlindungan Perempuan dan Anak (UPT PPA), POLRI, serta lembaga lainnya yang secara langsung mendampingi korban.

"Dan yang ketiga perlunya Pelembagaan Pemantau Femisida," katanya.

Baca juga: Komnas Perempuan ajak publik juga ingat perjuangan pahlawan perempuan

Pewarta: Mecca Yumna Ning Prisie
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |