Jakarta (ANTARA) - Lonjakan kasus obesitas di Indonesia dalam lima tahun terakhir dinilai sebagai sinyal darurat kesehatan yang perlu segera ditangani melalui perubahan gaya hidup dan edukasi gizi yang lebih kuat.
Dokter spesialis gizi klinik Bethsaida Hospital Gading Serpong, dr. M. Ingrid Budiman, Sp.GK, AIFO-K dalam keterangannya pada Kamis menjelaskan bahwa obesitas bukan sekadar persoalan ukuran tubuh, tetapi kondisi medis serius yang dapat mengganggu fungsi vital tubuh.
“Banyak orang berpikir obesitas cuma soal ukuran tubuh, padahal obesitas bisa memengaruhi jantung, pernapasan, kadar gula darah, bahkan kualitas tidur. Jadi ini bukan hal sepele,” ujarnya.
Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 mencatat prevalensi obesitas pada orang dewasa meningkat dari 21,8 persen menjadi 23,4 persen. Obesitas sentral atau penumpukan lemak di area perut juga naik signifikan, dari 31 persen menjadi 36,8 persen. Data ini menunjukkan semakin banyak masyarakat yang berada pada kelompok berisiko tinggi terhadap penyakit kronis.
Menurut Ingrid, penumpukan lemak di area perut menjadi salah satu kondisi yang paling berbahaya karena berkaitan langsung dengan peningkatan risiko diabetes, tekanan darah tinggi, penyakit jantung, stroke, gangguan pernapasan seperti mendengkur dan sleep apnea, hingga beberapa jenis kanker.
Baca juga: Pakar sebut "diabesity" ancaman baru kesehatan di Asia-Pasifik
Ia menyebutkan bahwa lingkar perut lebih dari 90 sentimeter pada laki-laki dan 80 sentimeter pada perempuan merupakan indikator bahwa risiko penyakit kronis sudah meningkat.
Di tengah meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga berat badan ideal, tren diet cepat menjadi pilihan banyak orang. Namun, Ingrid menegaskan bahwa diet ekstrem justru memicu penurunan massa otot dan memperlambat metabolisme. Tubuh akan menganggap kondisi diet ketat sebagai “krisis energi”, sehingga upaya penurunan berat badan tidak bertahan lama.
“Penurunan yang sehat itu stabil dan berkelanjutan, bukan cepat tapi berisiko,” katanya.
Ia menambahkan bahwa pola makan seimbang dan aktivitas fisik teratur lebih aman untuk diterapkan jangka panjang.
Ia menyarankan masyarakat menerapkan langkah-langkah sederhana seperti makan teratur sesuai kebutuhan, memperbanyak konsumsi serat, membatasi makanan manis dan bergaram, membaca label informasi gizi, serta melakukan olahraga minimal 150 menit per minggu.
Baca juga: Dokter tekankan peran penting keluarga dalam mencegah obesitas
Latihan kekuatan dua hingga tiga kali seminggu juga dinilai penting untuk menjaga metabolisme.
“Perubahan kecil yang konsisten jauh lebih efektif daripada perubahan besar yang tidak bertahan lama,” tuturnya.
Direktur Bethsaida Hospital Gading Serpong, dr. Pitono, mengatakan pihaknya menyediakan Klinik Gizi yang menangani berbagai permasalahan gizi, mulai dari obesitas, penyakit metabolik, hingga edukasi nutrisi bagi anak, dewasa, dan ibu hamil.
Ia menegaskan bahwa pengaturan gizi berbasis kebutuhan medis setiap pasien menjadi fondasi penting dalam meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat.
Baca juga: Studi: Pola Tidur Konsisten Kurangi Risiko Obesitas Anak Laki-Laki
Baca juga: Tanda perlu bantuan medis tangani obesitas hingga pencegahannya
Pewarta: Ida Nurcahyani
Editor: Mahmudah
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































