Jakarta (ANTARA) - Bank Indonesia (BI) memprakirakan pertumbuhan kredit perbankan pada tahun 2025 akan berada pada kisaran 8-11 persen, setelah melihat perkembangan kredit sampai dengan April 2025.
“Peran kredit perbankan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi perlu terus ditingkatkan,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI Bulan Mei 2025 di Jakarta, Rabu.
Kredit pada April 2025 tercatat tumbuh sebesar 8,88 persen year on year (yoy), lebih rendah dari 9,16 persen (yoy) pada Maret 2025.
Dari sisi penawaran, minat penyaluran kredit oleh bank (lending standard) masih baik, terutama pada sektor pertanian, LGA (listrik, gas, dan air), dan jasa sosial.
Kondisi likuiditas perbankan secara umum masih memadai, namun pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) cenderung melambat dari 5,51 persen (yoy) pada awal Januari 2025 menjadi 4,55 persen (yoy) pada April 2025.
“Kondisi ini mendorong persaingan dalam pendanaan antarbank dan perlu memperluas sumber pendanaan lainnya di luar DPK,” kata Perry.
Dari sisi permintaan, pertumbuhan kredit terutama dikontribusikan oleh sektor industri, pengangkutan, dan jasa sosial, sedangkan kontribusi pertumbuhan kredit sektor konstruksi dan perdagangan serta sektor-sektor lainnya masih terbatas.
Berdasarkan kelompok penggunaan, pertumbuhan kredit modal kerja, kredit investasi, dan kredit konsumsi, masing-masing sebesar 4,62 persen (yoy), 15,86 persen (yoy), dan 8,97 persen (yoy). Pembiayaan syariah tumbuh sebesar 8,85 persen (yoy), sementara kredit UMKM tumbuh sebesar 2,60 persen (yoy).
“Ke depan, berbagai upaya perlu terus didorong untuk meningkatkan penyaluran kredit, baik dengan penurunan suku bunga dan perluasan sumber dana perbankan, maupun peningkatan permintaan dari sisi sektor riil, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi,” kata Perry.
Sehubungan dengan itu, BI akan terus memperkuat kebijakan makroprudensial yang akomodatif untuk mendorong pertumbuhan kredit yang lebih tinggi, termasuk mengoptimalkan instrumen Rasio Pendanaan Luar Negeri Bank (RPLN), Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM), dan Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM).
Secara umum, ketahanan perbankan tetap kuat mendukung stabilitas sistem keuangan. Likuiditas perbankan memadai, tecermin dari rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga (AL/DPK) yang stabil sebesar 25,23 persen pada April 2025.
Dari sisi permodalan, rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) perbankan pada Maret 2025 sebesar 25,38 persen sehingga masih mampu untuk menyerap risiko.
Sementara itu, rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) perbankan tercatat rendah, sebesar 2,17 persen (bruto) dan 0,80 persen (neto) pada Maret 2025.
Hasil stress test BI juga menunjukkan ketahanan perbankan tetap kuat, serta ditopang oleh kemampuan membayar dan profitabilitas korporasi yang terjaga.
“Ke depan, Bank Indonesia terus memperkuat sinergi kebijakan bersama KSSK (Komite Stabilitas Sistem Keuangan) dalam memitigasi berbagai risiko ekonomi global dan domestik yang berpotensi mengganggu stabilitas sistem keuangan,” tutup Perry.
Baca juga: BI jelaskan tiga pertimbangan BI-Rate turun jadi 5,5 persen
Baca juga: Penurunan BI-Rate bakal berdampak positif ke perbankan dan riil
Baca juga: Pemangkasan BI-rate dinilai tepat untuk dukung perekonomian domestik
Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2025