Asosiasi sebut BMAD bukan penghambat pasar, melainkan persaingan sehat

1 day ago 7
Harusnya kan persaingan usaha itu sehat, ya.

Jakarta (ANTARA) - Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) mengatakan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) bukan penghambat pasar, melainkan menjadi solusi untuk mewujudkan persaingan sehat.

“Harusnya kan persaingan usaha itu sehat, ya. Dan dalam konteks ini, pemerintah, khususnya Kementerian Perdagangan (Kemendag) sudah menjalankan tugasnya. Mereka sudah menganalisis, mencari bukti, dan akhirnya terbukti bahwa memang ada praktik dumping,” ujar Ketua APSyFI Redma Gita Wirawasta dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (27/5).

Rencana kebijakan kenaikan BMAD untuk produk polyester oriented yarn dan draw textured yarn (POY-DTY) yang diterapkan pemerintah menuai perhatian dari berbagai pihak. Salah satunya Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang mengkhawatirkan kebijakan ini dapat mengganggu persaingan usaha dan merugikan industri hilir tekstil.

Namun, APSyFI menilai bahwa kekhawatiran tersebut perlu dilihat dalam konteks yang lebih luas.

Redma menuturkan bahwa kebijakan BMAD yang diberlakukan pemerintah justru merupakan upaya untuk memulihkan kondisi industri dalam negeri yang selama ini terganggu oleh praktik perdagangan tidak adil, yaitu dumping.

Ia menambahkan bahwa dumping adalah praktik usaha yang tidak sehat dan berdampak buruk terhadap pelaku industri nasional. Oleh karena itu, kebijakan BMAD ini wajib bergulir karena menciptakan playing field yang adil bagi industri tekstil.

Redma menegaskan bahwa kebijakan ini tidak muncul tanpa dasar. BMAD diterapkan setelah Komite Anti Dumping Indonesia (KADI), lembaga resmi pemerintah yang ditunjuk untuk menangani kasus dumping, melakukan penyelidikan, dan menemukan bahwa produk impor dijual dengan harga yang jauh lebih murah dari harga normal atau harga di negara asal.

“Ini bukan cuma opini kita. Ini sudah dibuktikan sama otoritas pemerintah (KADI), institusi yang memang punya wewenang dan koridor hukumnya. Jadi mereka punya landasannya,” ujarnya.

Untuk itu, pihaknya menegaskan bahwa penerapan BMAD justru bertujuan untuk memulihkan persaingan usaha dengan menghidupkan kembali perusahaan-perusahaan lokal yang sebelumnya terpaksa berhenti produksi akibat serbuan produk dumping. Sehingga pasar tidak lagi didominasi satu pemain dan kondisi industri menjadi lebih sehat serta seimbang.

"Justru kita minta diberlakukan anti-dumping supaya kondisi ini bisa dibalik. Supaya perusahaan-perusahaan yang tadinya mati itu bisa aktif lagi. Jadi pasar nggak lagi didominasi satu pemain saja,” kata dia lagi.

Ia menjelaskan bahwa dengan adanya kebijakan BMAD, produksi POY diperkirakan bisa mencapai 430 ribu ton per tahun. Dari jumlah itu, sekitar 300 ribu ton akan dipakai oleh perusahaan anggota APSyFI untuk keperluan produksi mereka sendiri, sementara sisanya, sekitar 130 ribu ton, akan dijual ke pasar dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan industri lain.

“Kalau tiga perusahaan yang dulu mati itu hidup lagi, mereka bisa produksi total 430 ribu ton. Sebagian buat mereka sendiri, dan sebagian bisa gantiin impor yang sekarang masih masuk 130 ribu ton,” katanya pula.

Baca juga: Menperin: tekstil andalan persaingan AEC

Baca juga: Menangkan persaingan, pengusaha tekstil butuh dukungan pemerintah

Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |