8 tips perbaiki trauma mental anak akibat sering dimarahi

6 hours ago 5

Jakarta (ANTARA) - Sering memarahi anak, terutama dengan nada tinggi atau kata-kata kasar, dapat meninggalkan luka psikologis yang mendalam. Trauma ini berpotensi mengganggu perkembangan emosional dan sosial anak, bahkan hingga dewasa. Dampak tersebut bisa mempengaruhi rasa percaya diri, hubungan sosial, hingga kesehatan mental anak di kemudian hari.

Namun, orang tua masih memiliki kesempatan untuk memperbaiki dan memulihkan kondisi mental anak. Dengan pendekatan yang penuh empati dan konsisten, proses pemulihan dapat dilakukan secara bertahap. Berikut delapan langkah yang dapat dilakukan orang tua untuk membantu anak pulih dari trauma akibat sering dimarahi.'

Baca juga: Temuan awal studi sebut kesehatan mental pengaruhi perkembangan anak

8 tips mengatasi trauma mental anak akibat sering dimarahi

1. Mendengarkan dengan penuh perhatian

Berikan anak ruang untuk mengekspresikan perasaannya tanpa interupsi. Dengarkan dengan empati dan hindari memberikan solusi sebelum anak selesai berbicara.

2. Meminta maaf dengan tulus

Mengakui kesalahan dan meminta maaf kepada anak menunjukkan bahwa orang tua menghargai perasaannya. Hal ini juga mengajarkan anak tentang pentingnya tanggung jawab dan empati.

3. Mengajukan pertanyaan terbuka

Dorong anak untuk berbagi perasaannya dengan pertanyaan seperti, "Bagaimana perasaanmu setelah kejadian itu?" atau "Apa yang membuatmu merasa sedih?" Pertanyaan terbuka membantu anak mengungkapkan emosinya lebih dalam.

4. Memvalidasi perasaan anak

Akui dan hargai perasaan anak tanpa menghakimi. Misalnya, katakan, "Ibu/ayah mengerti kamu merasa sedih karena dimarahi." Validasi ini membantu anak merasa dipahami dan diterima.

Baca juga: Dampak perceraian terhadap psikologis anak

5. Menunjukkan kasih sayang setelah marah

Setelah memarahi anak, penting untuk menunjukkan bahwa orang tua tetap mencintainya. Pelukan, senyuman, atau kata-kata lembut dapat membantu anak merasa aman dan dicintai.

6. Menciptakan rutinitas yang menenangkan

Rutinitas harian yang konsisten, seperti waktu tidur yang teratur dan kegiatan bersama keluarga, memberikan rasa aman dan stabil bagi anak.

7. Menghindari hukuman fisik dan verbal

Alih-alih menggunakan hukuman, terapkan disiplin positif yang membimbing anak memahami konsekuensi dari tindakannya tanpa rasa takut.

8. Mencari bantuan profesional jika diperlukan

Jika trauma anak tampak mendalam atau berlarut-larut, konsultasikan dengan psikolog anak untuk mendapatkan penanganan yang tepat.

Memperbaiki trauma mental anak membutuhkan waktu, kesabaran, dan konsistensi. Proses ini tidak bisa dilakukan secara instan, karena anak memerlukan ruang dan waktu untuk memulihkan luka emosional yang dialaminya. Orang tua harus siap mendampingi anak dengan penuh pengertian dalam setiap langkah pemulihan.

Dengan pendekatan yang penuh kasih sayang dan empati, orang tua dapat menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung bagi anak. Hal ini memungkinkan anak untuk kembali membangun rasa percaya diri, mengelola emosinya, dan tumbuh menjadi individu yang sehat secara emosional.

Baca juga: 7 peran orang tua cegah anak terlibat bullying di sekolah

Pewarta: M. Hilal Eka Saputra Harahap
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |