Puisi kuno China membantu pelacakan hewan air di Sungai Yangtze

2 days ago 3

Beijing (ANTARA) - Tim peneliti China berhasil memetakan sejarah persebaran porpoise tanpa sirip Sungai Yangtze selama 1.400 tahun melalui analisis inovatif terhadap puisi klasik China.

Tim peneliti dari Institut Hidrobiologi di bawah naungan Akademi Ilmu Pengetahuan China (Chinese Academy of Sciences/CAS) itu meneliti puisi-puisi bersejarah untuk melacak perubahan habitat spesies tersebut, yang memberikan wawasan baru tentang pola keanekaragaman hayati jangka panjang.

Porpoise tanpa sirip Sungai Yangtze, yang terkenal karena ukurannya yang relatif besar dan kerap terlihat muncul di permukaan sungai, telah lama menarik perhatian manusia. Perilaku khas spesies tersebut, yakni melompat keluar dari air saat makan, terutama sebelum badai petir, menjadikannya subjek yang lazim disebut dalam karya sastra kuno.

Tim peneliti mengidentifikasi, mengumpulkan, dan menganalisis referensi-referensi tentang porpoise tersebut dalam puisi klasik. Dengan memelajari biografi, pokok bahasan, dan gaya penulisan para penyair, mereka memetakan persebaran spesies tersebut di berbagai periode sejarah dan wilayah geografis selama 14 abad.

Pemeriksaan sistematis yang dilakukan oleh tim peneliti mencakup 724 puisi yang berasal dari Dinasti Tang (618-907) dan dinasti-dinasti berikutnya. Referensi terbanyak yang berhasil mereka dokumentasikan berasal dari masa Dinasti Qing dengan 477 referensi, diikuti oleh Dinasti Ming (177), Dinasti Song (38), Dinasti Yuan (27), dan Dinasti Tang (5).

Untuk memperhitungkan transformasi geografis Sungai Yangtze dan pengaruh manusia dari waktu ke waktu, tim peneliti membuat model spasial yang membagi cekungan Sungai Yangtze menjadi 1.056 unit grid standar berukuran 30 x 30 kilometer untuk perbandingan historis yang tepat.

Hasilnya menunjukkan ada penurunan sebesar 65 persen untuk jangkauan persebaran sejak Dinasti Tang, yang menurun dari 169 unit grid menjadi hanya 59 unit grid saat ini. Penurunan paling parah terjadi pada seabad terakhir, yang menyusut dari 142 unit grid selama Dinasti Qing ke level yang tercatat saat ini.

Analisis-analisis regional menunjukkan hilangnya habitat secara tidak merata, dengan jalur air utama Sungai Yangtze mengalami penurunan 33 persen serta kehadiran porpoise di anak sungai dan danau mengalami penurunan 91 persen.

Penelitian tersebut menjelaskan hubungan antara perkembangan peradaban China dengan perubahan keanekaragaman hayati, yang merancang pendekatan inovatif untuk menyelidiki dinamika populasi satwa historis.

Temuan ini dipublikasikan dalam jurnal Current Biology.

Pewarta: Xinhua
Editor: Natisha Andarningtyas
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |