Komisi III DPR terima 130 masukan dari Ikadin soal RUU KUHAP

3 hours ago 2

Jakarta (ANTARA) - Komisi III DPR RI menerima 130 masukan dari jajaran pengurus Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Advokat Indonesia (DPP Ikadin) dalam rapat dengar pendapat (RDP) soal Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

"Banyak sekali masukan, terobosan, yang enggak terpikirkan sebelumnya belum terpikirkan oleh kami, soal senjata api, police line dan sebagainya," kata Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin.

Habiburokhman berharap masukan yang disampaikan oleh para advokat yang tergabung dalam Ikadin bisa menjadi bahan pertimbangan saat penyusunan RUU KUHAP.

Dia juga mengatakan Komisi III terbuka terhadap masukan dari seluruh lapisan masyarakat terkait RUU KUHAP. Masyarakat yang mempunyai masukan soal RUU tersebut bisa menyampaikan se

"Semoga jadi pertimbangan rekan-rekan sekalian ketika masuk ke pembahasan," ujarnya.

Dalam RDP tersebut Wakil Ketua Umum DPP Ikadin Sapriyanto Refa mengatakan advokat ada profesi yang melekat erat dengan proses penegakan hukum mulai dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pengadilan, sampai dengan pelaksanaan putusan hakim.

"Kami Ikadin siap bekerja keras menuntaskan produk KUHAP ini dengan memberikan kontribusi sebaik-baiknya dan mudah-mudahan sesuai harapan kita bersama kita bisa menciptakan penegakan hukum yang lebih baik untuk Indonesia yang lebih baik," ujar Refa.

Masih pada kesempatan yang sama, Sekretaris Jenderal DPP Ikadin Rifai Kusumanegara mengatakan ada 130 masukan yang disusun dan diserahkan kepada komisi III DPR soal RUU KUHAP.

"Dari 130 yang kami usulkan kami uraikan sebanyak 24," ujar Rifai.

Salah satu usulan yang dijabarkan oleh Rifai adalah soal restorative justice atau keadilan restoratif. Rifai mengungkapkan salah satu aturan restorative justice adalah penerimanya hanya bisa menerima satu kali restorative justice dan mengusulkan agar satu data tunggal penerima restorative justice.

"Ada satu peraturan di mana restorative justice hanya diberikan untuk pertama kalinya. Bagaimana memastikan agar penerima restorative justice ini tidak residiv, tidak berulang, karena bisa saja dia sudah menerima restorative justice di Jakarta Pusat, di Surabaya dia maling lagi," ujarnya.

Rifai pun mengusulkan sistem data tunggal penerima restorative justice yang dikelola oleh kejaksaan, sehingga tujuan mulia restorative justice tidak disalahgunakan.

"Kami usulkan ada satu data tunggal yang dipegang kejaksaan, jadi siapapun yang memberikan restorative justice dilaporkan ke jaksa dibuat data tunggal, jadi ketahuan orang ini sudah menerima restorative justice dan tidak bisa lagi menerima restorative justice di tempat lain, jadi jangan sampai niat baik kita untuk memberikan kesempatan orang disalahgunakan hanya karena kita tidak mempunyai data yang interconnected," ujarnya.

Baca juga: Anggota DPR sebut RUU KUHAP perlu atur penguatan pengawasan APH

Baca juga: Anggota Komisi III minta polisi usut grup Facebook berisi konten inses

Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |