Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga)/BKKBN menggerakkan para penyuluh untuk menjadi orang tua asuh cegah stunting guna mewujudkan generasi emas yang berkualitas di masa depan.
"Seluruh kabupaten di 514 kabupaten/kota, semua ada orang tua asuhnya, ada yang dari Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), atau dari korporasi yang lain, tetapi, rata-rata penyuluh kita menjadi orang tua asuh walaupun mungkin sedikit-sedikit, tetapi mereka punya pemahaman dan rasa. Di semua daerah ada orang tua asuh dan datanya bisa kita pertanggungjawabkan," kata Mendukbangga/Kepala BKKBN Wihaji di Jakarta, Rabu.
Ia mengemukakan, meski pemerintah sudah memiliki Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang mengintervensi anak usia 0-2 tahun agar terhindar dari stunting, namun masih ada berbagai faktor yang menyebabkan prevalensi stunting masih tinggi, misalnya kekurangan air bersih hingga sanitasi.
"Ada beberapa korporasi yang memberikan asupan gizi, maka, meski sudah ada MBG, ada beberapa yang memang belum di-cover di pulau-pulau terpencil yang hari ini masih membutuhkan karena ternyata ada yang butuh air bersih. Maka, ada korporasi yang membantu air bersih, PTPN misalnya, di wilayah-wilayah perkebunan dekat-dekat itu ternyata ada keluarga risiko stunting (KRS) yang butuh air bersih, PTPN membantu," ujar dia.
Ia melanjutkan, masih banyak rumah tangga dengan rumah yang tidak layak huni atau mandi, cuci, kakus (MCK) dan sanitasinya masih jadi satu dengan tempat tidur.
Baca juga: Mendukbangga: Program Genting bentuk keadilan bagi seluruh masyarakat
"Ada beberapa yang memang salah satu sebabnya itu MCK-nya jadi satu dengan tempat tidur, dan itu menurut teori kesehatannya punya risiko stunting," ucapnya.
Maka, melalui Gerakan Orang Tua Asuh Cegah Stunting (Genting), para orang tua asuh yang berasal dari unsur pentahelix membantu anak-anak berisiko stunting baik dari asupan gizi, air bersih, maupun sanitasi.
"Kita juga mengajak perguruan tinggi memberikan edukasi kepada keluarga berisiko stunting yang kita beri pengetahuan tentang gizi, walaupun kadang-kadang, mohon maaf, ekonominya cukup tetapi kalau pengetahuannya kurang, ya tentu anaknya berisiko stunting," paparnya.
Wihaji menambahkan, intervensi gizi melalui MBG memang belum menampakkan hasil secara langsung karena pengukuran Survei Kesehatan Indonesia (SKI) baru akan dilakukan di tahun 2026 mendatang, namun, berdasarkan laporan dari Tim Pendamping Keluarga (TPK), berat dan tinggi badan balita terbukti meningkat.
"Berdasarkan laporan para TPK, sangat kelihatan ada beberapa yang memang selama dikasih MBG untuk ibu hamil, ibu menyusui, dan balita, ternyata berat badannya naik. Kemudian, tinggi badannya juga naik, jadi secara angka berdasarkan laporan kelihatan, tetapi secara data yang bisa bertanggung jawab nanti akan disurvei tahun 2026," tuturnya.
Baca juga: Pola asuh orang tua sokong tingginya angka anak stunting di Ende
Baca juga: NTT dan Jawa Barat jadi provinsi prioritas pengentasan stunting
Baca juga: ANTARA raih penghargaan cegah stunting atas komitmen peningkatan gizi
Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Bernadus Tokan
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

















































