BNPB: Butuh kesepahaman perkuat mitigasi bencana tanah longsor

1 day ago 9

Jakarta (ANTARA) - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menekankan pentingnya kesepahaman multi-sektor berbasis masyarakat untuk penguatan mitigasi bencana tanah longsor, menyusul tingginya angka kejadian dan korban jiwa dalam lima tahun terakhir.

Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari dalam konferensi yang diikuti secara daring di Jakarta, Selasa, mengatakan bahwa sepanjang medio 2020 hingga 2024, tanah longsor tercatat sebagai jenis bencana dengan jumlah korban meninggal dan hilang terbanyak.

"Total korban selama periode tersebut mendekati 1.500 orang, dengan puncak kejadian pada 2021 dan 2024," kata dia.

Dia memaparkan bahwa pada tahun 2021, sebanyak 178 orang dinyatakan meninggal dunia atau hilang dari 1.321 kejadian longsor yang tercatat. Sedangkan pada 2024, jumlah korban meningkat menjadi 235 orang.

Baca juga: Tim SAR fokus cari empat korban di titik kiri longsor Gunung Kuda

"Data tersebut menunjukkan bahwa longsor terjadi hampir setiap hari kerja dan menimbulkan korban jiwa," cetusnya.

Sebagai upaya penanggulangan, BNPB berkolaborasi dengan sejumlah kementerian/lembaga terkait memperkuat sistem peringatan dini berbasis data spasial dan teknologi digital, terutama untuk wilayah-wilayah dengan potensi rawan tinggi.

Selain itu, kata dia, BNPB juga terus mendorong pemasangan alat deteksi longsor dan penyebaran informasi melalui komunitas lokal. Dalam hal ini pemerintah membentuk komunitas lokal masyarakat desa tangguh bencana (destana) yang jumlahnya lebih dari 5.000 tersebar di sejumlah wilayah rawan seluruh Indonesia.

"Upaya edukasi dan pelatihan evakuasi juga digencarkan, bekerja sama dengan pemerintah daerah dan relawan kebencanaan," kata dia.

Baca juga: Sedikitnya 30 orang tewas akibat banjir dan longsor di India

BNPB menilai kesiapsiagaan masyarakat menjadi kunci penting dalam menekan risiko jatuhnya korban jiwa.

Pusat Data dan Informasi BNPB mencatat lima provinsi dengan kejadian longsor tertinggi selama lima tahun terakhir adalah Jawa Barat dengan 1.515 kejadian, disusul Jawa Tengah (960), Jawa Timur (170), Bali (138), dan Sulawesi Selatan (118).

Kemudian di tingkat kabupaten/kota, wilayah dengan angka kejadian longsor tertinggi yakni Kabupaten Bogor (401 kejadian), Sukabumi (189), Kota Bogor (145), Ciamis (104), dan Sumedang (102).

Baca juga: Puskesmas jebol akibat longsor di Gorontalo, layanan pun dipindahkan

"Untuk Cirebon ada enam kali. Yang ketujuh, yakni longsor tambang galian C Gunung Kuda yang menjadi kasus menonjol dan menewaskan puluhan pekerja tambang," kata Abdul.

Sejumlah longsor juga terjadi di kawasan tambang, baik legal maupun tambang tradisional. BNPB mencatat di antaranya longsor tambang di Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, longsor pada Oktober 2020 menewaskan 11 orang. Pada 2024, longsor di Bone Bolango, Gorontalo, menyebabkan 27 orang meninggal, 15 hilang, dan delapan luka-luka.

Kejadian serupa terjadi di berbagai wilayah lain, seperti Solok, Tanah Bumbu, dan Kutai Kartanegara, yang semuanya menimbulkan korban jiwa.

"Artinya apa, tanah longsor menjadi pembunuh terbanyak, maka mitigasi perlu ditekankan. Warga yang menempati daerah yang sudah dipetakan daerah rawan harus siap hidup dengan kewaspadaan, memahami risiko bencana, dan juga (pemerintah) mesti memperketat pengawasan aktivitas alih fungsi lahan, seperti tambang," jelasnya.

Baca juga: Sebanyak 263 warga di Dulamayo Selatan mengungsi akibat tanah longsor

Pewarta: M. Riezko Bima Elko Prasetyo
Editor: Sambas
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |