Belasan praktik "pola gelap" lokapasar yang dilarang di India

5 hours ago 4

Delhi, India (ANTARA) - Otoritas Perlindungan Konsumen Pusat (The Central Consumer Protection Authority/CCPA) di Delhi, India, mengimbau kepada semua platform lokapasar di negara tersebut untuk mengaudit mandiri layanannya guna memastikan mereka tidak menggunakan "pola gelap" apa pun, Sabtu (7/6).

Berdasarkan siaran pers Biro Informasi Pers Delhi yang dilansir Economic Times, Minggu, audit internal itu dilaksanakan dalam jangka waktu tiga bulan sejak imbauan dikeluarkan.

Sebagai informasi, "pola gelap" merupakan praktik manipulatif yang diterapkan perusahaan untuk mendorong pembelian produk atau layanan dengan harga di atas nilai sebenarnya.

Akibat yang mungkin ditimbulkan adalah konsumen mengalami kerugian finansial dan dipaksa mengambil tindakan yang mungkin tidak diinginkan, seperti berlangganan layanan demi mengakses konten.

Tindakan itu merupakan pelanggaran sengaja oleh platform dan skalanya signifikan. Pemerintah meminta platform untuk sepenuhnya mematuhi Pedoman Pencegahan dan Pengaturan Pola Gelap yang ditetapkan pada 2023 untuk memastikan tidak ada pihak ketiga di platform lokapasar mana pun yang menggunakan pola serupa yang dapat menyesatkan konsumen atau memanipulasi pengambilan keputusan mereka.

Baca juga: Lokapasar perlu miliki nilai tambah untuk jaga loyalitas pelanggan

Platform lokapasar disarankan mengambil langkah-langkah yang diperlukan berdasarkan audit internal untuk memastikan bahwa platform mereka bebas dari "pola gelap" dan mulai mendeklarasikan bahwa mereka tidak terlibat dalam praktik-praktik yang merugikan konsumen.

Departemen Urusan Konsumen juga telah membentuk kelompok kerja gabungan ("joint-working group") yang beranggotakan perwakilan dari kementerian terkait, regulator, organisasi konsumen independen, dan National Law University, Delhi.

"Mandat JWG adalah untuk memeriksa dan mengambil tindakan untuk mengidentifikasi pelanggaran pola gelap pada platform 'e-commerce' dan membagikan informasi tersebut dengan Departemen Urusan Konsumen secara berkala. JWG juga akan menyarankan program kesadaran yang tepat untuk menciptakan kesadaran di kalangan konsumen," demikian rilis pers tersebut.

Baca juga: Berniaga di lokapasar membuka jalan bagi purna migran menjadi juragan

Dalam Pedoman Pencegahan dan Pengaturan Pola Gelap tahun 2023, pemerintah menetapkan 13 pola gelap, yaitu:

1. False urgency

"False urgency" berarti secara keliru menyatakan atau menyiratkan rasa urgensi atau kelangkaan sehingga menyesatkan pengguna agar melakukan pembelian segera atau mengambil tindakan segera, yang dapat mengarah pada pembelian; termasuk:

i. Menunjukkan popularitas palsu suatu produk atau layanan untuk memanipulasi keputusan pengguna;

ii. Menyatakan bahwa jumlah produk atau layanan tertentu lebih terbatas daripada yang sebenarnya.

Misalnya

a. Menyajikan data palsu tentang permintaan tinggi tanpa konteks yang sesuai. Misalnya, "Hanya tersisa 2 kamar! 30 orang lain sedang melihat ini sekarang."

b. Secara keliru menciptakan tekanan terkait waktu untuk menyelesaikan pembelian, seperti menggambarkan penjualan sebagai penjualan 'eksklusif' untuk waktu terbatas hanya untuk sekelompok pengguna tertentu.

Baca juga: Lokapasar nilai program afiliasi penting untuk perluas pasar

2. Basket sneaking

"Basket sneaking" berarti penyertaan item tambahan seperti produk, layanan, pembayaran untuk amal/sumbangan pada saat checkout dari platform, tanpa persetujuan pengguna, sehingga jumlah total yang harus dibayarkan oleh pengguna lebih dari jumlah yang harus dibayarkan untuk produk dan/atau layanan yang dipilih oleh pengguna.

Asalkan penambahan sampel gratis atau penyediaan layanan gratis atau penambahan biaya yang diperlukan yang diungkapkan pada saat pembelian, tidak akan dianggap sebagai "basket sneaking".

3. Confirm shaming

"Confirm shaming" berarti menggunakan frasa, video, audio atau cara lain apa pun untuk menciptakan rasa takut atau malu atau ejekan yang memunculkan rasa bersalah dalam benak pengguna, sehingga mendorong pengguna untuk bertindak dengan cara tertentu yang mengakibatkan pengguna membeli produk atau layanan dari platform atau melanjutkan layanan berlangganan.

Ilustrasi:

a. Platform untuk memesan tiket pesawat menggunakan frasa “I will stay unsecured”, ketika pengguna tidak memasukkan asuransi dalam keranjang mereka.

b. Platform yang menambahkan amal dalam keranjang menggunakan frasa “charity is for rich, I don’t care"

4. Forced action

"Forced action" berarti memaksa pengguna untuk mengambil tindakan yang mengharuskan pengguna untuk membeli barang tambahan atau berlangganan atau mendaftar untuk layanan yang tidak terkait, agar bisa melanjutkan pemesanan, membeli atau berlangganan produk/layanan yang awalnya dimaksudkan oleh pengguna.

5. Subscription trap

​​​​​​​"Subscription trap" berarti proses membuat pembatalan langganan berbayar menjadi tidak mungkin atau proses yang rumit dan panjang; atau

ii. menyembunyikan opsi pembatalan untuk langganan; atau

iii. memaksa pengguna untuk memberikan rincian pembayaran dan/atau otorisasi untuk debit otomatis untuk memanfaatkan langganan gratis;

iv. membuat instruksi yang terkait dengan pembatalan langganan menjadi ambigu, laten, membingungkan, dan merepotkan.

6. Interface interference

​​​​​​​"Interface interference" berarti elemen desain yang memanipulasi antarmuka pengguna dengan cara yang (a) menyorot informasi spesifik tertentu; dan (b) mengaburkan informasi relevan lainnya yang relatif terhadap informasi lainnya; untuk menyesatkan pengguna agar tidak mengambil tindakan yang diinginkannya.

Ilustrasi:

a. Membuat desain untuk konfirmasi pilihan "tidak" dengan implementasi opsi warna terang pada pop-up pembelian yang ketika diklik malah mengarahkan ke iklan lain, atau menyembunyikan simbol pembatalan langganan sehingga berukuran kecil, atau mengubah arti simbol pilihan "tidak" menjadi sebaliknya.

7. Bait and switch

​​​​​​​"Bait and switch" berarti praktik mengiklankan hasil tertentu berdasarkan tindakan pengguna tetapi secara menipu menyajikan hasil alternatif.

Ilustrasi: Seorang penjual menawarkan produk berkualitas dengan harga murah, tetapi ketika konsumen hendak membayar/membeli, penjual menyatakan bahwa produk tersebut sudah tidak tersedia dan malah menawarkan produk serupa tetapi lebih mahal.

8. Drip pricing

​​​​​​​"Drip pricing" berarti praktik di mana

: i. elemen harga tidak diungkapkan di muka atau diungkapkan secara diam-diam dalam pengalaman pengguna; atau

ii. mengungkapkan harga setelah konfirmasi pembelian, yaitu mengenakan biaya lebih tinggi dari jumlah yang diungkapkan pada saat pembayaran; atau

iii. suatu produk atau layanan diiklankan sebagai gratis tanpa pengungkapan yang sesuai tentang fakta bahwa kelanjutan penggunaan memerlukan pembelian dalam aplikasi; atau

iv. pengguna dicegah memanfaatkan layanan yang sudah dibayar kecuali ada sesuatu tambahan yang dibeli

Ilustrasi:

a. Seorang konsumen memesan tiket pesawat, platform daring menampilkan harga sebagai X di halaman pembayaran, dan ketika pembayaran dilakukan, harga Y (yang lebih dari X) telah dibebankan oleh platform kepada konsumen.

b. Seorang konsumen telah mengunduh aplikasi seluler untuk bermain catur, yang diiklankan sebagai 'bermain catur gratis'. Namun, setelah 7 hari, aplikasi tersebut meminta pembayaran untuk terus bermain catur. Fakta bahwa versi gratis dari permainan tersebut hanya tersedia untuk waktu terbatas, yaitu, 7 hari dalam kasus ini, tidak diungkapkan kepada konsumen pada saat mengunduh aplikasi seluler tersebut.

c. Seorang konsumen telah membeli keanggotaan pusat kebugaran. Agar benar-benar dapat menggunakan pusat kebugaran tersebut, pengguna harus membeli sepatu khusus/sarung tinju dari pusat kebugaran tersebut, dan hal tersebut tidak ditampilkan pada saat menawarkan keanggotaan pusat kebugaran tersebut.

Dalam praktik pola gelap tersebut, ada juga namanya "disguised advertisements" (iklan terselubung), "nagging" (omelan), trick wording (kata-kata tipu daya), sistem penagihan Software as a Service (SaaS billing), dan memasukkan perangkat-perangkat lunak jahat atau "malicious softwares" (malwares).

Baca juga: Riset IPSOS ungkap kualitas layanan jadi kunci keberhasilan e-commerce

Baca juga: Lokapasar komoditas pangan PARI perluas layanan usaha mikro

Penerjemah: Abdu Faisal
Editor: Mahmudah
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |